BANDUNG | WMOL – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung memberikan penghargaan cagar budaya kepada 10 pelestari bangunan.
Bangunan cagar budaya yang menerima penghargaan di antaranya, Gedung Balai Pertemuan Ilmiah (BPI) ITB (Jalan Dipatiukur Nomor 4/ Jalan Surapati Nomor 1).
Cafe Antiqo (Jalan Cilaki Nomor 9), Gereja Bethel (Jalan Wastukancana Nomor 1), Kantor IAI Jabar (Jalan Brantas Nomor 23), Rumah Dapahati (Jalan Cipaganti/RAA Wiranatakusumah Nomor 146).
Termasuk rumah keluarga Giran Suryadi, (Jalan Gempol Nomor 109), tumah keluarga HJ. Sri Sudaryati Soedarso (Jalan Aria Jipang Nomor 7), rumah keluarga Nico Setiadi (Jalan Kebonjati Nomor 125), rumah keluarga Penny J Linardi dan Tin Janiarti Linardi (Jalan Kencana Nomor 3), rumah keluarga Widowati Halim Gunadi (Jalan Cisangkuy Nomor 50).
Kegiatan tersebut dirangkaikan dengan peluncuran Aplikasi Sigayapintar (Sistem Infomrasi Cagar Budaya Prestisius Terintegrasi).
Aplikasi ini untuk mempermudah akses tentang keberadaan cagar budaya, lebih memberdayakan pengelolaan dan pengawasan yang berhasil guna dan acuan penentuan kebijakan terkait bangunan cagar budaya.
“Kita memberikan penghargaan kepada pihak yang selama ini memelihara rumahnya atau tempat usaha sebagai bangunan cagar budaya,” tutur Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bandung, Yana Mulyana pada acara Anugerah Cagar Budaya dan Launching Aplikasi Sigayapinter, di El Royale Hotel, Jumat (17/12/2021).
Menurut Yana, pelestarian bangunan cagar budaya sangat penting, karena memiliki nilai sejarah termasuk peradaban di Kota Bandung.
Ia menjelaskan, Peraruran Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 7 tahun 2018 tentang Pengelolaan Cagar Budaya telah menetapkan 1.770 bangunan sebagai cagar budaya yang dibagi dalam tiga golongan A, B dan C.
“Sebanyak 1.770 bangunan cagar budaya di Perda Kota Bandung, dengan ini memberikan dorongan kepada pemilik atau pengelola agar tetap memelihara bangunan yang digunakan,” tuturnya.
Yana menyampaikan, bangunan cagar budaya sebagai bentuk warisan budaya. Pemahaman tentang ini sebagai peninggalan sejarah yang dapat dianggap sebagai suatu usaha untuk memahami sejarah yang terjadi di dalamnya.
“Begitu pula dengan pelestarian terhadap objek cagar budaya merupakan bagian dari upaya memahami sejarah, yang menjadi cermin bagi generasi sekarang dan selanjutnya dalam membangun peradaban,” katanya.
“Oleh karena itu menjadi budaya dan nilai hendaknya menjadi kesadaran siapapun sebagai landasan kebudayaan,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Disbudpar Kota Bandung, Dewi Kenny Kaniasari menyampaikan, pemberian penghargaan cagar budaya kepada pelestari bangunan cagar budaya telah berlangsung 5 kali. Hingga sekarang Pemkot Bandung memberikan 30 penghargaan kepada pemilik cagar budaya di Kota Bandung.
“Dasar pelaksanaan ini salah satunya adalah rencana strategis Disbudpar Kota Bandung tahun 2021-2024,” ujar Kenny sapaan akrabnya.
Pada malam anugerah tersebut, diluncurkan alikasi Sigayapintar (Sistem Infomrasi Cagar Budaya Prestisius Terintegrasi).
“Ini salah satu strategi inovatif kekayaan warisan budaya di Bandung. Harapannya mempermudah pencarian lokasi dan informasi cagar budaya. Aplikasi ini juga terintegrasi dengan data dan menyedia data informasi valid terpercaya dan mutakhir,” beber Kenny.
Di tempat yang sama Ketua Dewan Juri Anugerah Cagar Budaya Kota Bandung Tahun 2021, Aji Bimarsono menjelaskan, anugerah cagar budaya adalah penghargaan tahunan diberikan secara berkala oleh Pemkot Bandung kepada individu atau kelompok.
Tahun 2021 ini, lanjut Ari, selain mengedepankan contoh baik, dapat menjadi inspirasi seluruh pemangku kepeting. Dewan juri juga mengangkat dimensi pelestarian Kota Bandung yang penting dan relevan saat ini.
“Keptusan penilaian secara independen dewan juri menekankan untuk keberhasilan pelestarian cagar budaya Kota Bandung perlu dilakukan dengan kesadaran. Sesuai dengan daya suka, daya reka dan daya guna. Pelestarian itu dibagi tiga yaitu pelindungan, pemanfaatan dan pengembangan,” tuturnya. (yan/bud)
Discussion about this post