Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan risiko penyakit lainnya juga bisa muncul seperti infeksi saluran pernapasan bawah seperti pneumonia dan bronkhitis, alergi, radang atau pada mata dan kulit, gangguan saluran pencernaan.
Selain itu, menurut Tjandra yang pernah menjabat sebagai Dirjen Pengendalian Penyakit Kemenkes dan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu, bukan tidak mungkin awan panas dapat terinhalasi ke dalam paru yang disebut trauma inhalasi.
“Mungkin perlu tindakan bronkoskopi. Selain itu juga dapat terjadi berbagai cedera seperti patah tulang, luka dan sebagainya,” ujar dia.
Lebih lanjut, Tjandra menyarankan langkah pencegahan demi mencegah penyakit akibat asap dan debu vulkanik letusan gunung berapi ini, yakni menghindari keluar rumah atau lokasi pengungsian bila tidak sangat diperlukan khususnya bagi mereka yang tinggal di wilayah terdampak asap dan debu vulkanik. Tetapi, bila terpaksa keluar rumah, gunakan pelindung seperti masker.
Selanjutnya, tutuplah sarana air atau sumur gali terbuka dan penampungan air yang terbuka agar tidak terkena debu, cuci bersih semua makanan, buah, sayur.
Masyarakat diminta segera mencari pengobatan ke sarana pelayanan kesehatan bila terdapat keluhan kesehatan seperti batuk, sesak nafas, iritasi pada mata dan kulit.
“Bagi masyarakat yang memiliki penyakit kronik, pastikan obat rutin harus selalu dikonsumsi,” pesan Tjandra.
Terakhir, pastikan selalu menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik di rumah dan juga semaksimal mungkin di tempat pengungsian. (na/den)
Discussion about this post