JAKARTA | WALIMEDIA – Pengusaha Indonesia diminta untuk tidak cengeng dan terus menerus meminta subsidi atau bantuan dari pemerintah saat menghadapi masa pancaroba atau pandemi Corona virus disease 2019 (Covid-19). Mereka seharusnya belajar mencermati situasi ini agar usahanya berkelanjutan (sustainable).
Demikian dikatakan Dr. Laksanto Utomo, Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia usai menghadiri seminar jarak jauh (webinar) bertajuk “Level Up Your Productivity”, Sabtu (31/10/2020) malam.
“Pengusaha Indonesia kebanyakan belum mampu mencermati situasi pageblug. Akhirnya (pengusaha) lebih banyak menuntut fasilitas dan bantuan dari pemerintah, seperti pengurangan pajak, pemotongan gaji karyawan dan pengurangan fasilitas lainya untuk pihak ketiga,” kata Laksanto kepada WALIMEDIA dan bedanews.com.
Laksanto juga mengatakan, belajar mencermati situasi itu cukup penting. Agar pengusaha tetap sustainable dalam menjalankan usahanya. Karena krisis ekonomi, politik dan krisis lainnya akan terus terjadi dalam putaran waktu tertentu”jelasnya.
Dalam perpektif masyarakat adat, kata Laksanto yang juga peneliti masyarakat suku Samin (Jawa Tengah) dan Badui (Banten), menyebutkan, percaya pageblug atau jaman sulit pasti akan terjadi saat para pemimpin negara dan masyarakat tidak mengindahkan keberlangsungan lingkungan dan merusak alam hanya untuk diri dan kelompoknya.
Saat ini banyak gunung ditebas untuk industri semen dan tambang, banyak hutan ditebang dan akhirnya ekosistem pun menjadi rusak. “Saat itulah alam punya cara mengigatkan manusia yang lalim dengan lingkungan itu,” kata Laksanto Utomo mengutip pendapat penduduk suku Samin dan Baduy.
Di bagian lain, Guru Besar Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, Prof. Dr. Catharina Dewi Wulansari, menambahkan, setiap orang harus mengenali kelebihannya untuk dapat membuka peluang, termasuk di masa sulit pendemi Covid-19 ini.
Dewi menyampaikan, setiap orang harus mengenali potensi dirinya agar bisa bekerja dan berkarya sehingga bisa menyejahterakan kehidupanya.
Pandemi Covid-19 ini memukul hampir seluruh lini kehidupan, termasuk sektor bisnis. Maka, diperlukan usaha atau bisnis yang di luar kebiasaan karena bisnis secara konvensional terbukti terimbas pandemi.
Fakta bahwa sektor bisnis terimbas pandemi covid-19, di antaranya terjadi di Kota London, Inggris. Pada 22 Oktober 2020, toko-toko di sana tutup bukan karena lockdown, melainkan karena tidak sanggup lagi beroperasi akibat merugi terdampak pandemi.
“Di Singapura ada toko Robinson yang sudah 162 tahun, kemarin toko yang besar itu ternyata tutup. Di Plaza Indonesia itu ada mal besar yang biasa orang-orang besar belanja di sana, sekarang tidak mampu lagi bertahan,” ungkapnya.
Bukti tersebut menunjukkan bahwa usaha atau bisnis tidak bisa lagi menggunakan pola-pola konvensional. Karena itu, perlu cara-cara atau bisnis dengan cara yang luar biasa untuk menangkap peluang di era ini. Intinya kreatifitas dan mental tidak menyerah, tidak cengeng itulah yang dapat menyelamtkan usaha dari kebangkrutan.
Guna menuju ke sana, setiap orang harus mengenali kemampuannya, karena Tuhan memberikan potensi. Hanya saja, potensi diri ini harus digali. Untuk menemukanya, Dewi memberikan contoh fenomena gunung es yang hanya kelihatan puncaknya, tapi kalau bisa melihat atau menyelaminya ke dalam lautan, maka gunung es itu akan terlihat sangat besar.
Lima Potensi Diri
Dewi, menambahkan ada 5 potensi diri. Pertama fisik. Kelebihan dan kekurangan fisik seseorang bisa menjadi potensi jika orang tersebut mengetahui dan mampu memanfaatkannya. Seseorang yang rupawan atau sebaliknya, itu menjadikan kekuatan dan laku dijual jika bisa menggali dan memanfaatkannya. “Contoh, Thomas Alva Edison yang mampu menghasilkan lampu pijar,” ujarnya.
Kedua, potensi mental spiritual; ketiga, potensi mental intelektual; keempat, potensi sosial emosional. Potensi sosial emosional ini penting agar bisa menggerakkan sumber daya manusia (SDM) karena dia punya empati, mampu menenangkan hati orang lain, dan bisa menggerakan orang lain. “Ini disebut soft skill,” ujarnya.
Terakhir atau kelima, potensi ketahanmalangan. “Tahan terhadap ketahanmalangan, dia biasanya untuk intelijen, dalam kondisi tertentu tidak jatuh. Orang ini sangat tergentung pada genetik tertentu karena ada genetik tertentu yang bisa menghadapi ketahanmalangan,” ujarnya.
Untuk dapat mengetahui potensi diri, seseorang bisa melakukan 3 hal. Pertama, instropeksi diri. Ini untuk jujur kepada diri tentang kelebihan dan kekurangannya. Untuk mengetahui ini, Dewi memberikan tips yang bisa digunakan.
“Tipsnya, semua ada tanda-tandanya, kalau kita mau cari potensi kita. Coba tulis di kertas, apa yang membuat kita senang atau menikmati, itu tanda-tanda bahwa itu potensi kita. Contohnya, waktu kecil saya suka gunakan sepatu kakak saya yang tinggi, sambil pura-pura mengajar. Itu potensi saya di mengajar,” ujarnya.(ty)
Discussion about this post