MAHALNYA harga minyak goreng masih menjadi polemik yang belum juga terselesaikan. Selain harganya yang dinilai memberatkan masyarakat, stok yang masih langka juga membuat masyarakat kebingungan. Antrean panjang masyarakat yang sekedar ingin membeli minyak goreng saat ini sudah sering ditemui di berbagai daerah. Tentu, ini bukanlah hal yang wajar di negara yang menjadi produsen kelapa sawit terbesar.
Fenomena mahalnya harga minyak goreng disertai kelangkaannya, tentu menimbulkan spekulasi di tengah masyarakat. Tidak sedikit yang menduga bahwa hal tersebut diakibatkan oleh oknum tertentu yang telah melakukan penimbunan minyak goreng.
Guna mengantisipasi adanya penimbunan, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Ibrahim Tompo menegaskan bahwa Polda Jabar dan jajaran polres, polresta dan polrestabesnya telah membentuk tim khusus.
“Kita sudah lakukan pengawasan terkait masalah produksinya kemudian distribusinya kemudian regulasi penjualannya dan juga pada saat penjualan mengecek penimbunan-penimbunan juga,” kata Ibrahim dilansir dari pikiran-rakyat.com pada Rabu 23 Maret 2022.
Terkuaknya beberapa kasus penimbunan minyak goreng beberapa waktu terakhir pasti menyakiti hati masyarakat. Begitipun penulis sendiri sebagai ibu rumah tangga begitu merasa terbebani ketika harga minyak goreng melambung tinggi, sudah begitu barangnya pun langka. Mesti mencari berkeliling dulu untuk mendapatkan 2 Liter minyak goreng. Menambah pengeluaran baik waktu maupun uang.
Penulis bisa jadi satu dari sekian banyak ibu-ibu yang merasakan kesusahan yang sama. Tidak cukup dengan pengorbanan waktu dan uang, penuli sendiri begitu sakit hati ketika mengetahui adanya penimbunan yang dilakukan oknum yang tidak peduli terhadap kesulitan masyarakat.
Sampai-sampai penulis tidak habis pikir, kenapa negara bisa kecolongan terhadap ulah oknum segelintir orang ini. Padahal fakta mahal dan langkanya minyak goreng sudah di depan mata. Pun kebijakan HET ( Harga Eceran Tertinggi) yang digulirkan pemerintah sebelumnya, tidak berpengaruh besar terhadap tercukupinya kebutuhan masyarakat. Karena pada saat itu, penulis ingat betul minyak goreng tiba-tiba hilang dipasaran. Jikapun ada jumlahnya begitu sedikit.
Masyarakat tentu mengharapkan solusi yang nyata dari pemerintah bukan hanya sekedar himbauan untuk beralih dari menggoreng menjadi mengukus atau merebus. Ibu-ibu rumah tangga sudah memahami betul jika hanya berkaitan dengan teknik memasak, karena sudah lama ibu-ibu mahir dalam itu.
Penulis jadi teringat ketika masa Rasulallah SAW, pada saat itu terjadi pelonjakan harga, sebagaimana Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas yang berkata,
غَلَا السِّعْرُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ, لَوْ سَعَّرْتَ, فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ الْخَالِقُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّزَّاقُ الْمُسَعِّرُ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهُ وَلاَ يَطْلُبُنِي أَحَدٌ بِمَظْلِمَةٍ ظَلَمْتُهَا إِيَّاهُ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ
Harga melonjak pada masa Rasulullah saw.. Lalu mereka berkata, “Ya Rasulullah, andai saja Anda mematok harga.” Beliau bersabda, “Sungguh Allahlah Yang Menciptakan, Yang Menggenggam, Yang Melapangkan, Yang Memberi Rezeki, dan Yang Menetapkan Harga. Aku sungguh berharap menjumpai Allah dan tidak ada seorang pun yang menuntutku dengan kezaliman yang aku lakukan kepada dia dalam hal darah dan tidak pula harta.” (HR Ahmad)
Dari hadits ini kita memahami bahwa mengintervensi harga bukanlah solusi yang dilakukan oleh Rasulullah. Lalu bagaimana untuk mengatasi hal tersebut ?
Solusinya adalah untuk mengatasi harga yang melonjak adalah dengan menambah pasokan, jika perlu dengan mendatangkan barang dari wilayah lain.
Hal ini sebagaimana yang dipraktikkan Khalifah Umar bin Khaththab. Ketika terjadi paceklik yang berakibat kelangkaan dan melonjaknya harga di Hijaz, Khalifah Umar ra. tidak mematok harga. Namun, beliau mendatangkan barang dari Mesir dan Syam ke Hijaz sehingga harga turun.
Dalam pandangan Islam juga melarang praktik permainan harga oleh kartel, yaitu menjual barang di luar harga pasar sehingga mampu mengendalikan harga. Ini adalah praktik yang diharamkan. Negara dalam hal ini wajib mengendalikan harga pasar sehingga pedagang tidak mengendalikan harga.
Selain aspek distribusi ini, negara dalam pandangan Islam adalah pihak yang juga mengatur aspek hulu, jika pada kasus kelangkaan minyak goreng berarti aspek hulunya yaitu perkebunan kelapa sawit. Mulai dari aturan penguasaan lahan, prioritas produksi untuk kebutuhan dalam negeri, mencegah monopoli dan oligopoli, tidak tunduk pada ketentuan internasional yang merugikan rakyat, dan lain-lain.
Begitulah mekanisme singkat berkaitan dengan pengendalian harga dalam Islam dilihat secara Historisnya. Dan tidak menutup kemungkinan hal yang demikian dilakukan pula saat ini.*
Ditulis oleh: Lilis Suryani, Pegiat Literasi tinggal di Kabupaten Bandung Barat, Bandung
Discussion about this post