OPINI | WALIMEDIA – Berbagai berita kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) belakangan marak tersiar. Ini cukup menjadi bukti rapuhnya ketahanan Keluarga. Makin hari semakin banyak terjadi ragam kasus KDRT.
Salah satunya sebagaimana diberitakan di laman media online (22/03/2024)- Seorang menantu laki-laki bernama Joni Sing (49 tahun) di Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang Sumut, tega membacok ibu mertuanya, Sanda Kumari. Penyebabnya, ia kesal saat ditegur oleh ibu mertuanya itu lantaran melakukan KDRT kepada istrinya.
Banyak hal yang melatarbelakangi terjadinya KDRT, setidaknya dipengaruhi oleh faktor internal dan esternal. Lemahnya iman dan kurangnya ilmu agama menjadi faktor internal, sementara lingkungan, perselingkuhan, masalah ekonomi dan lain-lain menjadi faktor eksternal.
Sebetulnya sudah banyak regulasi yang di canangkan oleh pemerintah untuk mencegah dan mengurangi terjadinya tindak kekerasan, seperti UU- P KDRT yang sudah kurang lebih 20 tahun disahkan. Namun regulasi tak berdaya karena dalam sistem Kapitalisme-sekuler seperti saat ini, tidak ada dukungan sistem kehidupan yang mendorong terbentuknya atmosfer keluarga sakinah mawadah warahmah.
Untuk menundukkan pandangan saja begitu sulit karena saat ini, menutup aurat di serahkan kepada masing-masing individu. Belum lagi tontonan dan sistem pergaulan yang bebas, membuat seseorang yang ilmu agamanya baik sekalipun bisa menjadi goyah.
Himpitan ekonomi pun mau tidak mau membuat kondisi emosional tidak stabil dan mudah terpancing, marah hingga melakukan hal-hal yang tidak manusiawi dan diluar nalar.
Maraknya KDRT yang terjadi, sebagian besar dipicu oleh kemiskinan dan perselingkuhan. Ini menjadi bukti bahwa tidak adanya supporting sistem dari negara.
Untuk menuntaskan masalah KDRT, tidak cukup hanya dengan mental healt. Tapi juga harus ada kerjasama dari berbagai pihak terutama negara agar tatanan kehidupan kondusif dan menjadi benteng kuat menghalau kekerasan.
Kalau kemiskinan menjadi pemicu maka harus ada sistem Ekonomi yg kuat, yang membagi kepemilikan menjadi kepemilikan individu dan kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Sehingga apapun yang menjadi kepemilikan umum tidak bisa dikuasai oleh segelintir orang. Sumbernya dikelola sebaik mungkin oleh negara dan hasilnya untuk seluruh rakyat.
Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup rakyat, Islam mewajibkan negara menjalankan kebijakan makro dengan menjalankan apa yang disebut dengan Politik Ekonomi Islam. Politik ekonomi merupakan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan berbagai kebijakan untuk mengatur dan menyelesaikan berbagai permasalahan hidup manusia dalam bidang ekonomi.
Politik ekonomi Islam adalah penerapan berbagai kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan mereka.
Dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia, Islam memperhatikan pemenuhan kebutuhan setiap anggota masyarakat dengan fokus perhatian bahwa manusia diperhatikan sebagai individu (pribadi), bukan sekadar sebagai suatu komunitas yang hidup dalam sebuah negara. Jika sandang, pangan, papan sdh dijamin negara, akan jauh lebih mudah Menjadikan setiap rumah tangga memiliki visi misi yang jelas, dibangun atas dasar Aqidah Islam dan tauhid. Tetap kokoh dengan segala pernak perniknya.
Setiap rumah tangga pasti memiliki “Air matanya” masing-masing, tapi ketika setiap persoalan dikembalikan kepada bagaimana Syara’ memandang, InsyaaAllah semua ada solusi. Sistem Pergaulan dalam Islam juga akan menjaga tiga pilar utama yaitu keshalihan individu, Masyarakat yang saling amar ma’ruf dan Negara yang menerapkan aturan-aturan syari’at, hingga terbentuk suporting sistem untuk menghalau dan menutup celah pemicu terjadinya KDRT.
Dengan begitu amat mudah untuk terciptanya atmosfer yang menjadikan tiap keluarga menjadi keluarga yang sakinnah, mawwadah warohmah, Baiti jannati bisa terwujud karena Allah ridho dengannya.
Wallahu’allam bishawwab..
Oleh: Eka Purwaningsih, S.Pd (pegiat literasi, Aktivis Muslimah)
Discussion about this post