KABUPATEN BANDUNG BARAT | WALI MEDIA -Ahli waris Saikh Abdulrahman didampingi kuasa hukum dan juru sita pengadilan mendatangi objek sengketa Tatar Pitaloka Kota Baru Parahyangan (KBP), Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Senin (6/5/2024).
Langkah tersebut bertujuan untuk melakukan konstatering atau pencocokan batas-batas tanah sengketa yang tertera dalam berkas perkara.
Hal ini dilakukan lantaran ahli waris mengklaim lahan seluas 10,041 hektare tersebut, diserobot pengembang KBP yaitu PT Belaputera Intiland.
Namun pihak manajemen KBP tidak bersedia menemui ahli waris, malah mengutus pihak keamanan.
Kuasa hukum ahli waris, Sutara mengatakan pihak manajemen KBP tidak bersedia menemui, malah mengutus pihak keamanan yang tidak mengizinkan masuk.
Tak pelak hal itu memicu terjadinya ketegangan, selain itu membuat para ahli waris kecewa dan akhirnya membentangkan sejumlah spanduk.
“Kami kuasa hukum dalam rangka konstastering objek tanah yang disengketakan. Kami merasa kecewa dengan adanya penolakan, ini tindakan yang tidak menghormati putusan pengadilan,” kata Sutara, ketika dihubungi, Selasa, (7/5/2024).
Menurut Sutara, sengketa ini pernah akan dilakukan konstatering pada 29 April 2024 lalu, namun batal. Setelahnya kedua belah pihak menyepakati rencana konstatering ulang pada Senin kemarin. Namun gagal lagi lantaran pihak manajemen PT Belaputera Intiland atau kuasa hukumnya tidak berada di lokasi.
“Ini agenda negara, putusan dan penetapan pengadilan, kami selaku pemohon mengikuti. Kalau pengadilan hendak melaksanakan putusan, maka konstastering ini syarat untuk memastikan titik objek itu benar, sesuai dengan putusan tentang batas-batasnya,” ujarnya.
Sutara menjelaskan, sengketa ini bermula ketika orang tua ahli waris memenangkan gugatan pada 3 tingkat pengadilan di Bandung pada 1963 hingga 1977.
Pada 2 November 1977, pihak ahli waris kemudian mengajukan permohonan eksekusi di atas lahan seluas 10.041 hektare tersebut. Namun ketika itu pihak yang kalah dalam gugatan tidak mematuhi putusan Pengadilan.
“Lantaran tidak mematuhi putusan PN Bandung, maka perkara ini ditagih kembali oleh para ahli waris ke pengadilan,” ucapnya.
Pada 2004, ahli waris mengajukan permohonan eksekusi lelang atas bidang tanah dengan bukti kepemilikan surat letter C No.534 P.40 D.V seluas 10.041 hektare. Dari sana baru diketahui lahan tersebut sudah dikuasai PT Belaputera Intiland yang kini dibangun klaster perumahan mewah.
Pihak ahli waris saat itu dianggap tidak mampu menunjukkan batas-batas tanahnya dengan sempurna, ketika mengajukan gugatan kembali pada medio 2004.
“Untuk saat ini, kami sudah memiliki data lengkap mengenai lokasi sengketa, batas-batas tanah sampai titik koordinatnya pun kami menguasai itu. Jadi sekalipun ini sudah ada penghuninya, bukan hal yang sulit bagi kami karena data kami lengkap,” tutur Sutara.
Sebagai tambahan kata dia, kasus sengketa lahan ini sudah dinyatakan inkracht oleh pengadilan hingga tingkat Mahkamah Agung (MA). Sehingga kini statusnya menjadi sita jaminan dan tidak boleh diperjualbelikan.
“Sampai kapan pun akan kami kejar. Apalagi kita sudah berkekuatan hukum tetap. Seharusnya, kalau dia punya itikad baik, kami sangat membuka pintu untuk negosiasi dan bermediasi, serta bermusyawarah,” katanya.(eri)
Discussion about this post