BANDUNG, walimedia.com – Sebagai salah satu provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, Jawa Barat memiliki sejumlah permasalahan yang menjadi pekerjaan rumah (PR) dan perlu dituntaskan. Permasalahan tersebut muncul dari banyaknya industri yang terancam bangkrut.
Tim Akselerasi Jabar Juara Bidang Ketenagakerjaan, Hemasari Dharmabumi memaparkan, industri di Jawa Barat yang terancam gulung tikar adalah manufaktur, garmen, dan tekstil. Gempuran produk negara lain yang didukung kebijakan pemerintah pun dinilai menjadi penyebabnya.
“Kita lihat industri di Jawa Barat, Majalaya misalnya, itu banyak yang gulung tikar,” kata Hema dalam kegiatan Japri (Jabar Punya Informasi) di Gedung Sate Bandung, Jumat (04/10/2019).
Selain banyaknya industri yang merugi, jelasnya, gempuran produk luar negeri juga berdampak pada hilangnya lahan pekerjaan ribuan masyarakat. Di Jawa Barat, kata dia, ada sekira 188 pabrik tutup dan 68 ribu pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Seiring dengan itu, target kami adalah menekan angka pengangguran di Jawa Barat setidaknya satu persen dalam lima tahun ke depan,” ujarnya.
Menurutnya, dari 48 juta jumlah penduduk Jawa Barat, 23,83 juta di antaranya merupakan usia kerja atau angkatan siap kerja. Namun begitu, sebanyak 1,84 juta atau 8,3 persen lainnya adalah pengangguran dari jumlah usia kerja penduduk Jawa Barat.
“Tentu akan kita turunkan, minimal sekitar 7,2 persen selama satu periode kepemimpinan gubernur (Ridwan Kamil). Kalau secara jumlah, penurunan angka pengangguran yang kami targetkan ini sangat banyak” kata dia.
Selain itu, tantangan lainnya adalah tingginya jumlah penduduk usia produktif atau biasa disebut bonus demografi yang bisa menguntungkan jika lapangan kerjanya mencukupi. Namun jika tidak, justru akan terjadi penggemukan angkatan kerja yang puncaknya diprediksi terjadi pada 2020.
Per tahun 2018 hingga 2019, kata Hema, penduduk usia produktif di Jawa Barat bertambah sebesar 1,2 juta orang. Pada 2020, pihaknya memprediksi angkatan kerja di Jawa Barat terus meningkat mencapai angka 27 juta orang dari semula 23,83 juta orang di 2019.
“Ini PR bagaimana ke depan, lapangan kerja juga tersedia dan mencukupi. Misal, industri manufaktur, garmen, dan tekstil kolaps, kita siapkan industri otomotif atau elektronik. Tapi pekerjanya siap tidak berpindah sektor? ini jadi tantangan juga,” tuturnya.(yon)
Discussion about this post