BANDUNG, walimedia.com -DPD Partai Gerindra Jawa Barat menyerahkan keputusan koalisi dalam Pilkada 2020 kepada DPC di kabupaten/kota. Pasalnya, pengurus di daerah dinilai lebih mengetahui peta kekuatan serta kultur daerahnya.
“Kecuali DPP menggaris bawahi atau menggunakan hak veto untuk memilih partner koalisi berikut calonnya. Ini bisa beda cerita. Tap, jarang terjadi. Karena biasanya dikembalikan kepada DPC masing-masing,” kata Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Jabar, Daddy Rohanady di Bandung, Kamis (24/10/2019).
Dijelaskan Daddy, mekanisme yang dilakukan biasanya pengurus di daerah akan melaporkan ke DPD maupun DPP terkait kondisi di lapangan masing-masing. Kemudian, mereka akan melakukan pertimbangan dan kajian mendalam mengenai partai mana yang akan berkoalisi.
“Mereka biasanya akan melaporkan ke atas dengan berbagai pertimbangan. Lalu DPP melihat dan mengkaji mudharat dan manfaatnya. Kalau lebih besar manfaatnya, akan disetujui untuk gabung, kalau lebih banyak mudharatnya biasanya tak menyetujui,” jelasnya.
Daddy memaparkan, faktor utama yang dipertimbangan melakukan koalisi adalah persyaratan administrasi, yakni kecukupan jumlah kursi sebagai syarat pendaftaran calon. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah integritas dan kapabilitas calon, baik dari Partai Gerindra maupun partai lainnya.
“Apakah calon yang diusung memiliki syarat integritas, kapabilitas dan kapasitas juga kemampuan finansial,” kata dia.
Meski demikian, Daddy menilai semua Parpol di Jawa Barat memiliki peluang untuk berkoalisi bersama Partai Gerindra dalam Pilkada 2020. Namun, pihaknya akan tetap mempertimbangkan berbagai aspek yang memberi dampak positif maupun negatif bagi Partai Gerindra.
“Kita di Pilkada itu seperti jual orang. Maka, kita harus lihat track record-nya jelek atau tidak. Punya integritas atau loyalitas tidak, dan terakhir punya isi tas (uang) atau tidak,” pungkasnya.(yon)
Discussion about this post