BANDUNG, WM. Dari pencermatan awal atas LKPJ ( Laporan Pertanggung Jawaban) Walikota Bandung tahun 2017 setidaknya ada ada 3 persoalan yang menjadi perhatian dan akan diberi jawabannnya pada saat rapat kerja dengan perangkat daerah.
Ketiga persoalan tersebut antara lain soal pendapatan asli daerah (PAD)yang belum mencapai target, realisasi belanja yang masih rendah dan adanya program atau kegiatan yang realisasinya selalu rendah dari tahun ke tahun.
Dengan adanya ketiga permasalahan itu, maka Panitia khusus (Pansus) 4 LKPJ Walikota Bandung tahun 2017 akan segera melakukan klarifikasi dan pendalaman pada saat rapat kerja dengan SKPD terkait.
Demikian dijelaskan Ade Fahrurozi, Ketua Pansus 4 DPRD Kota Bandung saat ekspose di gedung DPRD, Jl. Sukabumi No. 2, Bandung beberapa waktu lalu.
Pansus sendiri memiliki waktu selama 30 hari untuk membahas LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban) Walikota Bandung tahun 2017 terhitung sejak diserahterimakan pada sidang paripuran oleh pejabat Walikota, M. Solihin,
Dijelaskan Ade, persoalan pertama yang akan diminta klarfikasinya adalah mengenai pendapatan asli daerah (PAD) yang belum mencapai target yang direncanakan. Dari Rp 3,015 triliun yang ditargetkan, baru tercapai Rp 2,578 triliun. Atau sebesara 85,52 %.
Dari empat komponen pendapatan daerah hanya komponen lain-lain PAD yang sah yang melampaui target yang ditetapkan. Yaitu berhasil mencapai Rp 342 miliar dari target Rp 333 miliar. Atau mencapai 102,69%. Sementara komponen pendapatan pajak daerah dari target RP 2,4 triliun hanya tercapai Rp 2,1 triliun. Atau sebesar 90,62%.
Sedangkan komponen hasil retribusi daerah dari target RP 62 miliar hanya mampu tercapai Rp 50 miliar atau 19,06%. Sementara komponen hasil pengelolaan kekayayan daerah yang dipisahkan dari target Rp 20 miliar hanya bisa meraih Rp 11 miliar atau 56,40%.
Ade mengatakan, penyebab tak tercapainya target PAD dikarenakan pendapatan dari pajak reklame yang jauh tidak mencapai target yang direncanakan. Sementara rendahnya pencapaian retribusi daerah diantaranya disumbang oleh sangat rendahnya pendapatan retribusi parkir, PD Pasar Bermartabat dan PDAM Tirtawening juga belum memberikan kontribusi berarti bagi pencapaian tsrget pendapatan daerah.
Persoalan kedua, dikatakan Ade, yaitu realisasi belanja di beberapa urusan ditemukan realisasi belanjanya di bawah 60%. Akan tetapi secara target kinerja mencapai 90%. Hal ini bertolak belakang dengan system anggaran berbasis kinerja.
Sementara persoalan ketiga adalah pada belanja bidang. Menurut Ade, ada beberapa program dan kegiatan yang realisasinya selalu rendah dari tahun ke tahun. Padahal anggaran yang disediakan cukup tinggi. Problematikanya ada pada perencanaan tata pelaksana.
Rendahnya realisasi terjadi pada belanja modal. Dari rencana Rp 1.420.262.999.917,74 realisasinya hanya Rp 921.139.572.601 (64,86%). Padahal belanja modal sebagai instrument peningkatan layanan publik. Begitu juga pada belanja barang dan jasa, dari rencana Rp 2.193.250.029.058,15 realisasinya hanya Rp 1.651.893.991.533,15 (75,32%).
Penyerapan yang tidak optimal pada kedua komponen belanja langsung ini sangat disayangkan mengingat secara alokasi anggaran juga sebenarnya sudah mengalami penurunan tajam dibandingkan alokasi pada APBD tahun 2016 llu.
Terjadi penurunan alokasi belanja langsung yang kemudian diikuti oleh rendahnya penyerapan bagi kepentingan mayarakat, karena belanja langsung merupakan insdtrumen untuk penignktan kesejahteraan rakyat dan pelayana publik.
Ade mengatakan, temuan awal ini akan diklarifikasi dan diperdalam pada saat rapat kerja pansus dengan SKPD terkait. Dikenali persoalannya hingga menjadi koreksi ke depan agar efektivitas upaya penyejahteraan rakyat dan pelayanan publik semakin tinggi. (abud/adv)
Discussion about this post