“Oleh karena itu kami tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa negara telah gagal dalam menangani pandemi ini. Bahwa ada kekurangan memang harus diakui.”
Ungkapan Ketua DPD itu diselipkan pada halaman ke tiga pengantar Sidang Tahunan MPR, DPR dan DPD dalam Pidato Kenegaran Presiden dalam membacakan nata APBN 2021-2022 pada Senin, 16 Agustus 2021.
Pernyataan itu tentu dimaksudkan bukan sebagai pembelaan terhadap presiden Joko Widodo atas kritik yang dilontarkan salah satu ketua partai Demokrat Edhi Baskoro Yudhoyono (Ibas) beberapa bulan silam ia menyebutkan; pemerintah tidak berdaya menyelamatkan rakyat dari bahaya pandemi covid 19.
Jika situasi seperti ini terus terjadi, Indonesia akan menjadi negara gagal (failed state). Jangan Sampai RI Disebut failed nation karena tak mampu selamatkan rakyatnya.
Negara gagal dalam istilah politik yang dikembangkan oleh Rotberg 2003, dalam bab I dijelaskan, negara gagal itu dapat juga diasukseikan sebagai negara yang sedang Sakit, Negara Runtuh, Negara Lemah:
Ia tidak menunjukkan secara khusus, hanya mengisyaratkan, jika Negara-bangsa gagal karena mereka diguncang oleh kekerasan internal dan tidak dapat lagi memberikan barang-barang politik yang positif kepada penduduknya, mereka kehilangan legitimasi, dan sifat negara-bangsa itu sendiri menjadi tidak sah di mata dan di hati pluralitas warganya yang semakin meningkat, negara dapat disebut failed state.
Saat ini negara yang dapat disebut gagal Afghanistan, dimana pemerintah yang sah tidak dapat melindungi warganya dari serangan Taliban, merebut kekuasaan dengan cara kekerasan. Setelah Amerika gagal mendamaikan kelompok muslim Taliban dan kelompok pemerintah pimpinan Asraf Ghani, tidak dapat terwujud, ia meningalkan begitu saja hingga negara itu tidak punya kekuatan atau tidak lagi dipercaya oleh warganya, sehingga saat Taliban menguasai beberapa wilayah, sebagian masyarakatnya mendukungnya.
Indonesia tiadak seperti itu, makanya banyak orang tidak sependapat atas kritik Edhi Baskoro. Namun jika negara di ingatkan agar lebih serius untuk menangnai pandemi yang kian hari kematian terus meningkat dan rumah sakit mendekati collaps, kritik Edhi Baskoro hal biasa agar Indonesia tidak dalam pososi lemah apa lagi sakit. sakit dalam konotasi, hidup, tetapi tidak ada kemampuan untuk bergerak lebih cepat.
Mata Jernih
Sebagai ketua DPD ia tentu menilai dengan mata jernih terhadap apa-apa yang dilakukan oleh pemeritah dalam menanggulangi pandemi covid 19 yang kini bermutasi menjadi delta. Namun dibalik apresiasi itu ia juga banyak menyoroti kelemahan kebijakan pemeritah utamanya dalam menangani soal ekonomi dan perlindungan kreatfitas anak bangsa yang belum didukung oleh negara.
Indonesia sebagai negara yang besar mutlak perlu memiliki kemandirian pangan. Kemandirian pangan mutlak harus menjadi solusi yang harus diwujudkan dengan bonus iklim negara tropis. Indonesia berada di lintasan khatulistiwa, dengan sumber daya hutan, daratan dan laut yang melimpah.
Negara harus memastikan, industri-industri hulu yang dibangun di era orde lama dan orde baru tidak boleh dibiarkan mati, hanya karena sudah tidak efisien lagi dibanding impor. “Justru sebaliknya, harus kita restorasi.
Kebijakan perekonomian nasional yang tertuang di dalam Pasal 33 UUD 1945, harus dilakukan. Dimana sadar atau tidak, sejak amandemen konstitusi yang lalu, dengan dalih efisiensi, maka cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, telah diserahkan kepada pasar.
Akhirya, apa yag terjadi, Indonesia mirip hanya memiliki toko-toko, outlet untuk didagangkan, namun semu baraang dan jasa yang didadagangkan adalag milik orang asing. Sebagian masker, alat kesehatan hingga vaksin covid berasal dari impor Negara wajib hadir untuk serius dalam mewujudkan tujuan negara melindungi segenap rakyat dan mewujudkan kesejateraan umum agar warga dan bagsanya merasa bahagia, seperti yang diharapkan oleh para pejuang kita di masa silam.**
Ditulis oleh: Dr. Theo Yusuf, SH, MH, Wartawan Utama tinggal di Jakarta
Discussion about this post