BANDUNG | WALIMEDIA – Bupati Jombang sekarang ini, yakni Hj. Mundjidah Wahab adalah Putri dari KH. A Wahab Hasbullah, seorang pendiri Nadlatul Ulama (NU), sekaligus pencipta lagu berjudul “Ya Lal Wathon”, sebuah lagu yang sedang diperjuangkan menjadi lagu kebangsaan ke dua, setelah Indonesia Raya.
Adapun isi dari lagu “Ya Lal Wathon” ini adalah mengajak umat muslim, khususnya kaum nahdliyin untuk memiliki rasa cinta pada tanah airnya.
Lagu Ya Lal Wathon sudah menjadi lagu kebanggaan warga Jombang, Jawa Timur. Lagu itu tidak hanya dinyanyikan oleh kalangan masyarakat muslim, tapi sudah jadi lagu yang juga dinyanyikan di gereja-gereja yang ada di kabupaten Jombang dan sekitarnya.
Luar biasa daya pemersatu dari lagu Ya Lal Wathon ini. Lagu ini menjadi pemahaman bersama bagi NU dan kaum Nahdliyin, juga golongan lain yang berbeda keyakinan, siap menjaga negerinya dari rongrongan dan duri penghalang.
Lalu, kenapa lagu itu bisa menjadi lagu pemersatu ?
Ternyata karena sikap moderat para pendiri NU, yang berkomitment kuat menjaga negerinya, menjaga kerukunan, menjaga kebersamaan dan selalu menyuarakan membangun toleransi, serta menjunjung tinggi perbedaan.
Hal itu pulalah yang akhirnya membuka kesadaran bersama. Negeri kita ini tetap ada, memiliki eksistensi, karena kita semua bersaudara. Dan mau tak mau, semua anak bangsa, dari berbagai keyakinan, menjaga Pertiwi dengan kesadaran yang kuat.
Dari Bupati Jombang, saat kunjungan kerja Bupati Kabupaten Bandung Dadang Supriatna bersama 200 orang penziarah (wisata religi) ke makam pendiri NU di Kabupaten Jombang, didapat keterangan tentang bagaimana lagu Ya Lal Wathon itu diciptakan tahun 1916 sebagai semboyan organisasi Nahdlatul Wathan.
Lagu itu dipakai sebagai penyemangat untuk “Kebangkitan Negeri,” keluar dari penjajahan Belanda, dan cara dari ulama menciptakan kebanggaan pada tumpah darah bumi pertiwinya.
Kenapa syairnya tidak memakai bahasa Indonesia, tapi bahasa Arab?
Dari Abahnya, KH. A. Wahab Hasbullah, diperoleh alasan lagu Ya Lal Wathon harus berbahasa Arab. Jawabannya sangat sederhana, supaya Belanda tidak tahu maksudnya. Dipikir oleh penjajah jika itu lagu Arab saja.
Coba kalo mudah difahami artinya dan diketahui maksud dari lagu itu, mungkin Belanda akan bereaksi. Dan itulah kecerdikan KH. A. Wahab Hasbullah dalam menyiasati keadaan saat itu.
Hal yang menarik dari hasil kunjungan kerja Bupati Kabupaten Bandung, dengan membawa rombongan ulama dan Umaro, dapat di catatkan bahwa, Kabupaten Jombang pantas diakui sebagai representasi dari keberhasilan NU dan contoh yang bisa di teladani.
Sehingga pemerintah di sana, mampu mewujudkan kehidupan dengan atmosfer Islam yang memberi Rahmat bagi warganya.
Islam yang moderat, Islam berkemajuan, Islam yang mampu membahagiakan warganya, dan memberi suasana kehidupan yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur, yakni mampu memberi dan mewujudkan sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya, sebagai negeri yang makmur dan damai, subhanallah.
Mengapa bisa seperti itu ?
Itu karena ulamanya menjadi teladan !
Ulamanya berperan besar dalam mengedukasi umatnya, umat di ajarkan cerdas, dan belajar dalam mencari ilmu menjadi prioritas utama.
Hal ini tentunya untuk menyiapkan sumber daya manusianya, maka kehebatan itu tergambar dari banyaknya para penghafal Qur’an.
Dimana para hafidz dan hafidzah yang berjumlah 80 orang, disebar ke setiap desa, diminta mengajarkan ilmunya, dan setiap bulan mereka diberi insentif oleh pemerintah daerah sebesar 3 juta rupiah.
Kemudian pemerintah kabupaten Jombang pun sampai memberi anggaran bantuan baju 3 setel untuk anak-anak yang bersekolah, agar mereka bersemangat. Dan itu diberikan pada semua jenjang pendidikan, dari mulai Paud, TK, SD, SMP, SMA, dan sekolah agamanya mulai dari, Raudlotul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawilayh (MTs), Madrasah Aliyah (MA). Ini luar biasa sekali.
Semangat ke-NU-an, di Jombang bukan saja milik kaum Nahdliyin, tapi sudah menjadi semangat juga dari warga yang berbeda keyakinan.
Keberhasilan Hj. Mundjidah Wahab sebagai bupati, tak terlepas dari kiprah abahnya yang sudah memberikan warisan nama baiknya sebagai seorang ulama.
Nama baik merupakan aset masa depan dari para pejuang pengerak NU. Kita semuanya sedang menorehkan nama baik agar bisa kita wariskan kepada anak-anak sampai pada anak cicit ke depan.
Apa yang bisa menjadi kebanggaan bagi keturunan kita ?
Tak ada lain, Nama baik bapak ibunya, yang akan selalu hadir memberi wangi harum, yang akan menyertai anak-anak kita berkiprah suatu saat kelak.
Semoga Allah selalu memberi kita kekuatan, selalu menghadirkan kebaikan, dan mampu menjaga kita agar tak salah jalan.
Selagi nafas masih memberi kita energi untuk hidup, semoga kita selalu mampu berkiprah hebat demi bangsa, agama, dan umat, sehingga bermanfaat hidup kita di dunia, dalam memberi kontribusi kebaikan bagi dunia tempat kita mengabdi. Insya Allah.**
Ditulis oleh: Bambang Melga Suprayogi, MSn, Ketua LTTNU Kabupaten Bandung dan Staf Pengajar Telkom University
Discussion about this post