BELUM REDA imbas kenaikan harga minyak goreng yang melambung tinggi beberapa waktu yang lalu. Kini masyarakat juga dikejutkan dengan kenaikan harga BBM. Jika diibaratkan nasib masyarakat saat ini, sudah jatuh tertimpa tangga.
Imbas dari kenaikan harga BBM ini tentu saja berefek domino terhadap kenaikan harga barang dan jasa. Terutama harga bahan-bahan pokok yang memang urgen, mau tidak mau harus dibeli walau harganya mahal.
Keputusan pemerintah ini tentu saja mendapatkan penolakan dari sebagain besar masyarakat, terutama dari kalangan buruh dan mahasiswa. Aksi demo pun digelar di mana-mana, guna menyuarakan aspirasi walaupun mereka tahu sedikit kemungkinan aksi demo tersebut bisa merubah keputusan pemerintah.
Keputusan pemerintah menaikan harga BBM dianggap memberatkan masyarakat, terlebih masyarakat baru saja pulih pasca pandemi. Ekonomi belum sepenuhnya stabil, namun alih-alih membantu pemulihan ekonomi masyarakat yang terjadi justru kado pahit yang diberikan.
Seolah pemerintah tidak peka terhadap urusan masyarakat, meskipun pemerintah mengklaim telah memberikan BLT terhadap masyarakat prasejahtera, namun jumlahnya tidak sebanding dengan beban yang harus ditanggung masyarakat kedepannya.
Apalagi saat mendengar kabar bahwa saat ini minyak dunia justru sedang mengalami penurunan harga. Tambahlah masyarakat tidak habis pikir dengan keputusan yang dianggap tidak memihak terhadap masyarakat ini.
Tata kelola negara mesti berbenah, karena sudah terjadi banyak kekacauan.Jika melihat kepada ajaran dalam hal pengaturan migas saja, maka kita akan dapati hal yang jauh berbeda dengan fakta yang tengah terjadi saat ini.
BBM berasal dari migas dan termasuk kepada barang tambang. Menurut Imam Ibnu Qudâmah al-Maqdisî dalam kitab besarnya, Al-Mughnî, pada bab “Ihyâ’al-Mawât”, bahan-bahan galian tambang (hasil usaha pertambangan) yang didambakan dan dimanfaatkan oleh manusia tanpa banyak biaya, seperti halnya garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), petroleum, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya).
Bahan-bahan tersebut menjadi milik seluruh kaum muslim. Yang demikian akan merugikan kemaslahatan mereka (jika dikuasai segelintir orang, red.). Bahan galian tambang tersebut harus dikelola oleh negara/pemerintah dan hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan umum.
Bahan galian tambang merupakan sumber bumi terpenting yang harus mendapatkan perhatian khusus karena betapa berharganya bahan tersebut di mata dunia. Al-Qur’an dan Hadis pun menunjukkan betapa pentingnya membangun sebuah industri yang bisa menghasilkan dan mengolah kekayaan alam berupa bahan galian tambang di dalam perut bumi.
Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani, dalam kitabnya Nizâm al-Iqtisâdî fî al-Islâm menyebutkan, bahwa hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara.
Hasilnya harus diberikan kembali kepada rakyat dalam bentuk bahan yang murah berbentuk subsidi untuk berbagai kebutuhan primer masyarakat atau warga negara, semisal pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum. Inilah pengaturan sistem Islam yang dapat menjadi solusi dari kerusakan pengelolaan tambang dari sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan.
Dengan pengaturan dasar seperti ini maka harga BBM yang murah dan terjangkau menjadi suatu keniscayaan. Karena negara berdaulat terhadap adanya barang tambang, sehingga bisa mengelola dan menggunakannya demi kepentingan rakyat. Tentu saja hal ini bisa terjadi seandainya negara berdasar pada prinsip ekonomi Islam. Dan akan terwujud secara sempurna melalui penerapan syariah Islam secara menyeluruh.(*)
Ditulis oleh: Lilis Suryani ( Guru Dan Pegiat Literasi)
Discussion about this post