BANDUNG | WALIMEDIA – Film My Flag: Merah Putih Vs Radikalisme sudah tayang di kanal Youtube sejak 22 Oktober 2020 lalu. Film pendek yang diunggah NU channel menuai banyak kritikan. Pasalnya film ini dinilai banyak kalangan berpotensi mengundang konflik horizontal di tubuh umat Islam.
Pemerhati dan praktisi Komunikasi Massa Dr. Dono Darsono,M.Ag mengungkapkan film pendek My Flag: Merah Putih vs Radikalisme pada prinsipnya sangat bagus karena memiliki pesan menumbuhkan kesadaran dalam membangun rasa cinta kepada negara. ” Film itu menggugah rasa kebangsaan, cinta tanah air. Khususnya bagi kalangan milenial,” ungkapnya.
Hanya, lanjut Dono di tengah serunya film tersebut tak diduga muncul adegan kekerasan antara sekelompok wanita berhijab yang melakukan kekerasan kepada komunitas wanita bercadar. Bahkan cadar yang dipakai komunitas wanita tadi dipaksa dilepaskan hingga mereka pasrah dan ketakutan.
“Saya berpandangan film yang awalnya memiliki pesan moral positif tiba tiba berubah menjadi negatif akibat adanya unsur adegan penganiayaan kepada wanita bercadar,”jelasnya.
Tindakan penganiayaan pada adegan di film itu lanjut dia, dalam konteks semiotika dapat diinterpretasikan bahwa komunitas wanita bercadar dinilai tidak NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) atau dianggap sebagai perusak NKRI. ” Adegan tersebut sangat disayangkan mengapa harus dimunculkan,’ ucapnya.
Dono mengakui, pada realitasnya memang ada yang memiliki niatan untuk mengganggu keutuhan NKRI. Namun, yang menjadi persoalan mengapa komunitas yang dianggap perusak NKRI pada film itu harus wanita dengan menggunakan simbol cadar. Dengan hadirnya simbol cadar pada film itu dapat dimaknai bahwa wanita bercadar sebagai wanita yang tidak cinta NKRI.” Adegan ini sangat berbahaya karena tidak menutup kemungkinan akan menumbuhkan kebencian kepada komunitas cadar,” imbuhnya.
Untuk itu Dono berharap agar pembuat film dapat berpikir lebih bijak dan tidak memunculkan adegan adegan yang berpotensi mengusik kenyamanan orang lain atau komunitas manapun. “Memang ada oknum-oknum yang ingin memecah belah NKRI, tapi oknum tersebut tidak digambarkan dengan simbol simbol tertentu. Saya kurang sependapat jika oknum perusak NKRI disimbolisasikan dengan cadar dan itu berbahaya,” tutur doktor lulusan Ilmu Komunikasi UNPAD ini.
Ia menambahkan, film merupakan salah satu media yang memiliki keperkasaan dalam mengubah opini khalayak penontonnya. Untuk itu, tayangan film harus betul betul memberikan informasi yang objektif, mengedukasi dan terpenting harus berperan sebagai pemersatu bangsa “Film My flag pada hakikatnya memberikan pesan untuk membangun persatuan dalam kerangka menjaga NKRI. Namun tujuan mulia itu dibatalkan oleh adegan kekerasan terhadap wanita bercadar. Jadi film itu terkesan tidak bisa dijadikan sebagai muwahid NKRI,” pungkasnya.(bud)
Discussion about this post