BANDUNG | WMOL – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengeluarkan rekomendasi terkait Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 2022 di masa pandemi Covid-19, Minggu, 2 Januari 2022.
Menurut Ketua Umum IDAI, Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) rekomendasi itu diperlukan mengingat banyak hal yang harus dipertimbangan terkati pelaksanaan PTM. Di antaranya sudah ditemukannya varian Omicron di Indonesia.
Kemudian, data di negara lain yaitu Amerika Serikat, negara-negara Eropa dan Afrika terkait peningkatan kasus Covid-19 pada anak dalam beberapa minggu terakhir. Sebagian besar kasus anak yang sakit adalah anak yang belum mendapat vaksin Covid-19.
“Adanya kebijakan pembelajaran tatap muka, sudah diaplikasikannya beberapa inovasi metode pembelajaran oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta pentingnya proses pendidikan anak usia sekolah,” ulasnya.
Selain itu, sambung Piprim maka IDAI merekomendasikan untuk membuka pembelajaran tatap muka, jika 100 persen guru dan petugas sekolah sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19.
“Sebaiknya anak yang dapat masuk sekolah adalah anak yang sudah diimunisasi Covid-19, lengkap 2 kali dan tanpa komorbid,” ulasnya.
Di samping itu, sekolah tetap harus patuh pada protokol kesehatan terutama fokus pada beberapa hal yakni penggunaan masker wajib untuk semua orang yang ada di lingkungan sekolah, ketersediaan fasilitas cuci tangan, menjaga jarak, tidak makan bersamaan.
Termasuk juga memastikan sirkulasi udara terjaga dan mengaktifkan sistem penapisan aktif per harinya untuk anak, guru, petugas sekolah dan keluarganya yang memiliki gejala suspek Covid-19.
Untuk kategori anak usia 12-18 tahun, maka pembelajaran tatap muka dapat dilakukan 100 persen dalam kondisi, tidak adanya peningkatan kasus Covid-19 di daerah tersebut, tidak adanya transmisi lokal Omicron di daerah tersebut.
Pembelajaran tatap muka dapat dilakukan metode hybrid (50 persen luring, 50 persen
daring) dalam kondisi masih ditemukan kasus Covid-19 namun positivity rate di bawah 8 persen.
Sementara itu, untuk kategori anak usia 6-11 tahun maka PTM dapat dilakukan metode hybrid (50 persen luring, 50 persen daring) dengan catatan tidak adanya peningkatan kasus Covid-19 di daerah tersebut dan tidak adanya transmisi lokal Omicron di daerah tersebut.
Untuk pembelajaran tatap muka dapat dilakukan metode hybrid (50 persen daring, 50 persen luring outdoor) jika masih ditemukan kasus Covid-19 namun positivity rate di bawah 8 persen, ditemukan transmisi lokal Omicron yang masih dapat dikendalikan, dan Fasilitas outdoor yang dianjurkan adalah halaman sekolah, taman, pusat olahraga, ruang publik terpadu ramah anak.
“Untuk kategori anak usia di bawah 6 tahun maka sekolah pembelajaran tatap muka belum dianjurkan sampai dinyatakan tidak ada kasus baru Covid-19 atau tidak ada peningkatan kasus baru serta Sekolah dapat memberikan pembelajaran sinkronisasi dan asinkronisasi dengan metode daring dan mengaktifkan keterlibatan orangtua di rumah dalam kegiatan outdoor,” ungkapnya.
Adapun Sekolah dan orang tua dapat melakukan kegiatan kreatif seperti mengaktifkan permainan daerah di rumah, melakukan pembelajaran outdoor mandiri di tempat terbuka masing-masing keluarga dengan modul yang diarahkan sekolah seperti aktivitas berkebun, eksplorasi alam dan sebagainya serta rekomendasi bermain dapat mengutip dari rekomendasi permainan anak sesuai rekomendasi IDAI.
“Anak dengan komorbiditas dapat berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis anak. Komorbiditas anak meliputi penyakit seperti keganasan, diabetes melitus, penyakit ginjal kronik, penyakit autoimun, penyakit paru kronis, obesitas, hipertensi, dan lainnya,” ulasnya.
IDAI pun menyampaikan bahwa pihaknya menghimbau untuk segera melengkapi imunisasi rutin anak usia 6 tahun ke atas.
Kemudian, anak dianggap sudah mendapatkan perlindungan dari imunisasi Covid-19 jika sudah mendapatkan dua dosis lengkap dan proteksi dinyatakan cukup setelah 2 minggu pasca penyuntikan imunisasi terakhir.
“Sekolah dan pemerintah memberikan kebebasan kepada orangtua dan keluarga untuk memilih pembelajaran tatap muka atau daring, tidak boleh ada paksaan,” ujarnya.
Di samping itu, untuk anak yang memilih pembelajaran daring, sekolah dan pemerintah harus menjamin ketersediaan proses pembelajaran daring.
“Kami juga merekomendasikan lengkap terkait protokol kesehatan dan proses mitigasi merujuk rekomendasi IDAI sebelumnya,” ujarnya.
Keputusan buka atau tutup sekolah harus memperhatikan adanya kasus baru Covid-19 di sekolah atau tidak.
Piprim juga menambahkan, rekomendasi ini sifatnya dinamis, disesuaikan dengan perkembangan terkini. (tiwi/bud)
Discussion about this post