KOTA BANDUNGI WALIEDIA– Bonus demografi yang diproyeksi akan dinikmati Indonesia pada 2045 akan sia – sia bahkan menjadi beban negara, jika stunting tidak dicegah dari sekarang.
Hal itu disampaikan Penjabat Sekda Jabar Taufiq Budi Santoso saat Rembug Stunting Jabar 2024 di Kota Bandung, Senin (26/2/2024).
Taufiq mengungkap data Bank Dunia, bahwa stunting terbukti menyebabkan kerugian negara sebesar 2 – 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Ketika 2045 tiba, kerugian akibat stunting tak boleh dialami sehingga mimpi Indonesia Emas tidak terealisasi.
Karena itu, stunting menjadi fokus utama Pemdaprov Jabar dalam pembangunan di sektor kesehatan. Hal yang saat ini sedang diupayakan adalah peningkatan kualitas data dan pendampingan keluarga.
“Selain itu perlu juga peningkatan pemantauan pertumbuhan sebagai bentuk deteksi dini sehingga masalah gizi dapat dicegah secepat mungkin,” ujar Taufiq Budi Santoso.
“Tak kalah penting peran aktif semua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dalam mengawal perencanaan hingga memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan,” tambahnya.
Bicara progres penurunan prevelensi stunting, Jabar pada 2021 berada di angka 24,5 persen. Pada 2022 sebesar 20,2 persen, atau melampaui target RPJMD sebesar 21,2 persen.
Dengan kata lain terjadi penurunan sebesar 4,3 persen dari 2021 ke 2022. Pada 2021 masih terdapat sebanyak empat kabupaten dan kota yang prevalensi stuntingnya di atas 30 persen.
Namun pada 2022 seluruh kabupaten dan kota sudah di bawah 30 persen, bahkan terdapat empat daerah telah mencapai target nasional, yakni di bawah 14 persen, di antaranya Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Karawang.
Ketua Harian Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Jabar Iendra Sofyan, menuturkan bahwa terdapat sejumlah fokus intervensi terhadap penurunan stunting di Jabar.
Fokus intervensi, menurutnya, harus selaras antara pemerintah pusat dan daerah. Misalnya peningkatan akses dan kualitas layanan dasar seperti pemberian tablet tambah darah pada remaja perempuan, pemberian makanan tambahan dan imunisasi dasar lengkap pada balita, serta pemeriksaan ibu hamil dan janin, hingga suplementasi.
Tak kalah penting, tambahnya, mengingatkan masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Kemudian pencegahan diare dan kecacingan, hingga akses air bersih dan jamban sehat.
Kemudian, jelasnya, penguatan ekonomi keluarga melalui jaminan sosial, pelatihan kerja, penyediaan lapangan kerja. Termasuk mendorong akses permodalan, meningkatkan ketahanan pangan, diversifikasi pangan, hingga peningkatan produksi pemerataan distribusi biofortifikasi pangan.
Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting adalah amanah Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah provinsi untuk memastikan pelaksanaannya di seluruh kabupaten dan kota.
Deputi Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi (Adpin) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso menyebut, pihaknya telah melaksanakan dan merencanakan berbagai program dalam percepatan penurunan stunting.
“Dari 514 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia telah berkomitmen melaksanakan program penurunan stunting di wilayahnya,” kata Sukaryo.
“Stunting masih jadi tantangan serius baik di Jabar maupun di Indonesia,” ucapnya.
“Mari bersama berkomitmen mewujudkan Jabar bebas stunting di Jabar. Semoga Rembug Stunting ini akan membawa hasil positif,” ucapnya.
Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Fazar Supriadi Sentosa, menyebut pihaknya senantiasa mengawal dukungan kebijakan anggaran terhadap upaya penurunan stunting agar lebih efektif.
Ia juga mendorong penguatan terhadap delapan aksi konvergensi penanggulangan stunting.
Untuk mendukung Perpres, diperlukan penyediaan data keluarga berisiko stunting, pendampingan, pendampingan calon pengantin, surveilans keluarga stunting, audit, perencanaan penganggaran, pemantauan evaluasi dan pelaporan, hingga kunjungan korban, juga sejumlah aksi lainnya.
(arm)*
Discussion about this post