BANDUNG | WALIMEDIA – Pada setiap malam Jum’at Kliwon khususnya, situs Sumur Bandung yang berada di gedung PLN (Perusahaan Listrik Negara) Cikapundung Jl. Asia-Afrika, Bandung, biasanya ramai dikunjungi orang. Tidak saja dari kota Bandung, tetapi dari luar daerah pun berdatangan ke sumur yang sudah berusia ratusan tahun itu.
Pada malam Jum’at berdasarkan kalender Jawa, banyaknya pengunjung ke Sumur Bandung selain untuk melihat dan berfoto di dekat sumur yang terbentuk dari tancapan tongkat Bupati Raden Adipati Wiranatakusumah itu, juga tidak sedikit dari mereka yang berkunjung untuk ‘ngalap berkah’ (mendapatkan berkah).
Sebagian masyarakat masih mempercayai mitos kalau Sumur Bandung dijaga oleh Dewi Kentring Manik atau Nyai Kentring Manik Mayang Sunda, penjaga sumur sekaligus konon istri dari Prabu Siliwangi. Dan mereka juga mempercayai kalau air Sumur Bandung memiliki ‘kelebihan’.
Oleh karenanya, bagi mereka yang percaya dengan mitos-mitos tersebut kerap melakukan aktivitas khusus (ritual) di Sumur Bandung, khususnya pada setiap malam Jum’at kliwon. Aktivitas ini dikenal dengan istilah “Kliwonan” dan dibimbing oleh seorang Kuncen (penjaga situs).
“Ritualnya seperti biasa. Ada prosesi pupujian (mendendangkan kalimat memuji) dan pemanjatan do’a yang dipimpin oleh seorang kuncen, untuk minta tolak bala atau minta pertolongan seperti terhindar dari kekeringan saat musim kemarau tiba,” jelas Dadan, anggota Satpam (Satuan Pengamanan) di gedung PLN yang juga mengawasi lokasi Sumur Bandung.
Setelah prosesi ritual, lanjut Dadan, pengunjung akan mendapatkan air sumur dari kuncen. Ada yang dibawa (bekal) pulang ke rumah, tapi ada yang langsung dibasuhkan ke wajah setelah diberi doa-doa terlebih dahulu oleh sang kuncen.
Namun pada saat wartawan WALIMEDIA berkunjung ke lokasi pada Kamis malam (28/8/2020) yang bertepatan dengan malam Jumat kliwon, tidak ada aktivitas ‘kliwonan’ sebagaimana biasanya. Tidak orang-orang berkumpul apalagi melalukan ritual dengan mendendangkan puji-pujian. Suasana di sekitaran sumur Bandung itu sunyi senyap. Hanya ada lampu redup menyinari sumur yang tertutup baja warna keemasan.
Menurut Dadan, tidak adanya aktivitas kliwonan pada malam itu karena pihak PLN yang memiliki otoritas kawasan, menutup gedung dari akses publik. Penutupan ini terkait dengan merebaknya wabah Covid-19.
“Tidak ada acara kliwonan karena ada pandemi Covid-19, sesuai instruksi dari atasan untuk menerapkan protokol kesehatan,” jelasnya.
Sebelum pandemi Covid-19, diakui Dadan, memang setiap malam Jumat kliwon di lokasi Sumur Bandung kerap dikunjungi lebih dari ratusan orang yang datang dari berbagai daerah. Namun karena lokasi ditutup terkait pandemi, maka orang-orang tidak bisa bebas lalu-lalang di lokasi Sumur Bandung.
“Biasanya ramai. Bisa ratusan orang lebih jumlahnya. Juga enggak cuma warga sekitar. Kadang ada yang datang dari Cimahi, Sumedang juga, juga dari kota lainnya” jelas Dadang.
Saat ditanya kapan situs Sumur Bandung dibuka dari akses publik, sehingga acara kliwonan hadir lagi, Dadan mengaku tidak bisa memastikan. Sebagai petugas jaga, ia hanya mengikuti perintah atasan.
“Saya tidak bisa memastikan kapan dibukanya. Sepertinya, selama Covid-19 belum berakhir, “pungkasnya.(Thoriq)
Discussion about this post