OPINI | WALIMEDIA – Perputaran ekonomi selama Ramadhan dan Lebaran diklaim telah membangun pertumbuhan ekonomi, khususnya pada kuartal I dan II 2024 ini, Ekonomi Bergerak Signifikan sejak dimulainya bulan Ramadhan hingga Lebaran beberapa waktu yang lalu.
Berdasarkan survei yang dilakukan Kemenhub selama berlangsungnya hari libur menjelang dan sesudah lebaran, perjalanan di berbagai daerah di dominasi dengan perjalanan mudik, yaitu sebanyak 52 % untuk berlebaran di kampung halaman, disusul 35,2 % melakukan tradisi mengunjungi sanak saudara di kampung, serta 10,6 % memanfaatkan waktu libur lebaran untuk berkunjung ke tempat wisata.
Jika melihat hasil survei pada 2023, potensi pergerakan masyarakat pada momentum lebaran mencapai 123,8 juta orang, sementara tahun ini mengalami kenaikan signifikan yaitu sekitar 56% banyaknya dibandingkan 2023.
Pada Lebaran 2024 ini diproyeksikan terdapat sebanyak 193,6 juta orang atau 71,7 % dari total penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman atau biasa disebut juga dengan mudik. Mengutip Antara News (16-4-2024).
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) juga mengungkapkan bahwa potensi perputaran ekonomi yang terjadi selama libur Lebaran 2024 berdasarkan survei (14-4-2024) kepada 1.758 responden, mencapai Rp369,8 triliun.
Angka tersebut berasal dari perhitungan rata-rata pengeluaran masyarakat saat berwisata selama libur Lebaran yang per orangnya mencapai Rp2,3 juta.
Perhitungan ekonomi yang signifikan itu juga dihitung berdasarkan data proyeksi pergerakan masyarakat pada libur Lebaran 2024 beserta faktor pendorong lain yang memicu peningkatan pergerakan, salah satunya adanya cuti bagi ASN yang lebih panjang serta peningkatan daya beli masyarakat.
Realitas pergerakan masyarakat selama Lebaran ini masih belum termasuk capaian ekonomi pasar sepanjang Ramadhan lalu yang jika dijumlahkan, maka akan lebih banyak lagi jumlah signifikan ekonomi yang terlihat.
Momen Ramadhan adalah momen berbagi, berharap pahala berlipat menjadikan umat Islam berupaya memaksimalkan amalnya. Diantara amal tersebut, memberi makan orang yang berpuasa (berbuka puasa), santunan kepada anak yatim dan lainnya.
Begitu juga dengan hari raya Idul fitri, dimana kaum muslim berbagi dalam bentuk zakat fitrah maupun zakat harta (mal), sehingga memberikan kebahagiaan tersendiri bagi saudara muslim dari kalangan dhu’afa.
Tidak bisa dipungkiri melalui aktivitas-aktivitas peribadahan ini, telah terjadi pergerakan ekonomi. Meski dalam kacamata sistem Kapitalis (yang diberlakukan saat ini), fenomena tersebut hanya dipandang berdasarkan capaian profit.
Berbeda dengan Islam, ini semua bukan sekedar capaian ekonomi, tapi yang utama adalah ketaatan pada syariat Allah, dan sudah pasti memberikan kebaikan dan keberkahan.
Seandainya semua hukum Islam diterapkan, maka akan berdampak pada laju perekonomian yang lebih cepat. Dan membawa kebaikan bagi perekonomian negara bahkan dunia.
Allah Taala berfirman, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS Al-Lail [92]: 5 – 7).
Begitu juga dengan ayat berikut:
“Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS An-Nur [24]: 52).
Berkaitan dengan ayat di atas, Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mengerjakan apa yang diperintahkan oleh keduanya, meninggalkan apa yang dilarang oleh keduanya, dan takut kepada Allah atas dosa-dosa yang telah lalu serta bertakwa kepada Allah dalam menghadapi masa depannya.
Sedangkan kemenangan adalah bagi orang-orang yang berhasil meraih semua kebaikan dan selamat dari semua keburukan di dunia dan akhirat. Wallahualam bissawab.
Penulis: Zidnyy / Nayaa ( Pegiat Literasi dari Kabupaten Bandung Barat)
Discussion about this post