BANDUNG | WALIMEDIA – Hati ibu mana yang tidak hancur ketika mengetahui putri kesayangannya tersakiti. Apalagi sampai direnggut kehormatannya oleh laki-laki kejam yang tidak punya rasa belas kasihan.
Bagai disayat sembilu, mungkin itulah yang dirasakan oleh ibu dari CS (13) yang menjadi korban rudapaksa oleh 4 anak punk di Indramayu.
Pilunya, sang ibu dari korban kemudian dikabarkan meninggal dunia dengan membawa duka teramat dalam.Tak terbayangkan betapa menderitanya ia hingga menghantarkan pada kematian.
Apa yang dialami Cs (13) menambah panjang daftar korban kekerasan seksual pada anak di Jawa Barat. Mirisnya, kasus kekerasan seksual terus terjadi bahkan semakin mengerikan.
Fenomena kekerasan seksual yang menimpa anak-anak menunjukan ada yang salah pada tatanan sosial bermasyarakat saat ini. Apalagi jika pelaku kekerasan seksual pun masih tergolong remaja, semakin menguak tabir bahwa kebobrokan moral telah menjangkiti mulai dari generasi muda hingga dewasa.
Fenomena rusak yang terjadi tentu bukan tanpa sebab, seperti kata pepatah tidak ada asap tanpa ada api. Mari kita jujur terhadap kondisi masyarakat saat ini. Saat gaya hidup mewah banyak dipertontonkan, faham kebebasanan terus digaungkan. Sementara pemahaman terhadap agama sebagai jalan hidup justru semakin dijauhkan. Semua ini akibat dari penerapan sistem kapitalisme di tengah kehidupan.
Maka tak heran kerusakan disegala lini terus terjadi, termasuk pada moral masyarakat. Hal seperti ini tentu tak boleh dibiarkan, selain mengundang azab yang maha kuasa ,dampak nyata dari rusaknya tatanan sosial di masyarakat adalah dengan marebaknya penyakit yang mengerikan.
Lihatlah betapa penyakit HIV AIDS semakin meningkat, begitupun dengan Sifilis dan penyakit seksual lainnya. Jika terus dibiarkan maka bukan tidak mungkin kita akan mengalami “lost generation”.
Maka dari itu saatnya kita berbenah, kembali menata kehidupan baik pribadi, masyarakat maupun bernegara dengan kembali pada aturan yang datang dari sang maha pencipta yaitu Al Quran dan Assunah.
Perlu kita ketahui bahwa Islam bukanlah ideologi reaktif yang memunculkan regulasi hanya saat muncul persoalan. Islam memberikan rahmat atas alam semesta melalui hukum-hukum Allah Taala. Tentunya, rahmat dari aturan Islam akan terasa dan melindungi tatkala diadopsi oleh negara dengan menerapkan Islam secara Kaffah ( menyeluruh).
Berikut ini di antara mekanisme negara dalam memutus rantai kekerasan seksual.
Pertama, menerapkan sistem pergaulan Islam yang mengatur interaksi laki-laki dan perempuan, baik di ranah publik maupun privat. Dasarnya adalah akidah Islam. Sistem Islam akan menutup celah bagi aktivitas yang mengumbar aurat atau sensualitas di tempat umum.
Ini karena kejahatan seksual bisa terpicu rangsangan dari luar yang kemudian memengaruhi naluri seksual (gharizah an-nau’). Selain itu, kehidupan berjemaah akan diatur terpisah, baik di sekolah, perguruan tinggi, hingga layanan publik. Tidak akan kita jumpai kasus pelecehan seksual di kampus akibat kehidupan campur baur atau khalwat.
Kedua, aspek i’lamiyah (media dan informasi).berfungsi strategis untuk membangun masyarakat Islam yang kukuh. Tidak akan dijumpai informasi atau media massa yang merusak iman dan akhlak masyarakat. Ini juga menjadi jaminan perlindungan bagi mahasiswa dari kekerasan berbasis gender online (KBGO) sebagaimana kerap terjadi pada media online sekuler kapitalistik saat ini.
Ketiga, sistem kontrol sosial berupa amar makruf nahi mungkar. Masyarakat akan saling menasihati dalam kebaikan dan ketakwaan, juga menyelisihi segala bentuk kemaksiatan. Semuanya akan dilakukan dengan cara yang baik. Pelaporan dan penjagaan berbagai aktivitas maksiat di lingkungan masyarakat semata karena dorongan ketakwaan.
Keempat, sistem sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seksual. Contohnya, sanksi bagi pelaku tindak perkosaan berupa had zina, yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati jika pelakunya muhshan (sudah menikah); dan dijilid (dicambuk) 100 kali dan diasingkan selama setahun jika pelakunya ghairu muhshan (belum menikah). Sanksi tegas ini akan berefek jera (zawajir) bagi si pelaku sekaligus menjadi penghapus dosa (jawabir) yang telah dilakukannya ketika sampai waktunya di yaumulhisab kelak.
Begitulah paparan singkat cara Islam dalam memutus mata rantai kekerasan seksual.
Ditulis oleh : Lilis Suryani ( Guru dan Pegiat Literasi)
Discussion about this post