BANDUNG, walimedia.com – Mantan Presiden Direktur (Presdir) Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto resmi mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Melalui kuasa hukumnya, Toto mengajukan praperadilan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin 25 November 2019.
Kuasa Hukum Bartholomeus Toto, Supriyadi menyebut, gugatan diajukan karena kliennya tidak terlibat dalam kasus suap Izin Peruntukan dan Penggunaan Tanah (IPPT) proyek Meikarta. Supriyadi meyakini Toto tidak melakukan penyuapan sebesar Rp10,5 miliar kepada mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
“Gugatan pra peradilannya sudah kami ajukan ke PN Jakarta Selatan. Sudah diterima Panitera. Tapi untuk sidangnya belum dijadwalkan,” tutur Supriyadi di Bandung, Kamis (28/11/2019).
Berdasarkan surat pengajuan praperadilan, berkas gugatan telah diterima Panitera PN Jaksel pada 27 November 2019 dengan nomor perkara 151/Pid.Pra/2019/PN Jaksel. Praperadilan diajukan karena pihaknya merasa ada hal janggal dalam penetapan kliennya sebagai tersangka, termasuk saat KPK melakukan penahanan.
“Kami mengajukan praperadilan karena penetapan tersangka hanya berdasarkan satu alat bukti,” tegas Supriyadi.
Penetapan Bartholomeus Toto sebagai tersangka bermula dari pernyataan Kepala Divisi Land and Acquisition PT Lippo Group, Edi Dwi Soesianto, dalam persidangan beberapa waktu lalu. Saat itu, Edi menyebut Bartholomeus telah menerima uang sebesar Rp 10,5 miliar dari sekretaris Toto, Melda Peni Lestari.
Pemberian uang disebut Edi, sepengetahuan Bartholomeus Toto. Dalam persidangan, Edi bahkan menyampaikan jika penyerahan uang dilakukan di helipad PT Lippo Cikarang. Uang tersebut kemudian diberikan secara bertahap kepada Bupati Bekasi pada Juni, Juli, Agustus, September, November 2017 dan Januari 2018.
“Tapi di persidangan, baik Melda dan Toto membantah telah memberikan uang itu ke Edi Dwi Soesianto. Artinya, kesaksian pemberian uang Rp 10,5 miliar itu tidak disertai alat bukti pendukung lain,” kata dia.
Menurut KUHAP, jelas Supriyadi, penetapan tersangka harus didukung setidaknya dua alat bukti yang cukup. Sedangkan dalam penahanan Toto, Supriyadi mempertanyakan apakah kliennya ditahan karena tindak pidana pribadi atau sebagai pimpinan tertinggi Lippo Cikarang.
“Jadi menurut kami, penetapan Bartholomeus Toto sebagai tersangka tidak sah karena tidak didukung dua alat bukti yang cukup. Di sidang pra peradilan ini, kami akan menguji kesaksian Edi Dwi Soesianto,” terangnya.
”Masalah diterima atau tidak, benar atau salah, urusan nanti. Yang pasti saya akan perjuangkan hak klien saya dimata hukum yang sudah dilanggar KPK bahwa ada proses hukum yang sewenang-wenang dalam penetapan tersangka ini,” tandasnya.(yon)
Discussion about this post