OPINI | WALIMEDIA – Pada momen perayaan Peringatan yang telah menginspirasi perempuan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan, bertepatan pula Pejabat (Pj) Gubernur Jabar Bey Machmudin menyambut kehadiran Persatuan Perempuan Dewi Sartika (PPDS) yang telah dilancarkan di Gedung Sate pada hari rabu, 20 Desember 2023 lalu. Harapannya bisa berkalobari dengan Pemda dalam pembangunan Jabar ke depan. PPDS dibentuk oleh sejumlah perempuan Jabar dari berbagai profesi, etnis, dan multi partai, semua sepakat untuk membuat forum komunikasi untuk kemajuan perempuan. Bey mengajak PPDS untuk sama-sama mencetak SDM berkualitas serta berdaya saing tinggi, serta berbagi pengalaman pada peserta.
Dan bersama pemerintah mendeklarasikan Jabar Anteng (Aman, Netral, Tenang). Masih dalam euforia mewujudkan pemilu yang damai, menjangkau seluruh segmen masyarakat, agar mereka diberikan pendidikan politik . Eksistensi perempuan di Jabar sangat potensial karena ikut membantu pemerintah dalam memecahkan berbagai macam masalah.
Sementara di tempat lain masih mengenai perempuan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung berkolaborasi dengan sejumlah organisasai, diantaranya Pemerdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Mereka memberikan pengakuan serta apresiasi kepada ibu-ibu dalam memajukan pembangunan di wilayah keluarga.
Asumsi pemberdayaan ini bermula dari setengah penduduk kota Bandung adalah perempuan, hampir 20 persennya adalah perempuan kepala rumah tangga. Kiprahnya ada di bidang politik, ekonomi, sosial bahkan mereka berperan ganda dengan melakukan aktivitas rumah tangga juga di rumah. Peran berat ini tetap mampu dilakukan seiring sejalan dengan kualitas keluarga tetap baik.
Untuk itu berbagai pelatihan dilakukan oleh Organisasi Perangkat Desa (ODP), DP3A menggelar “Gebyar Ekonomi” bekerja sama dengan Baznas dari sisi permodalannya. Tujuannya perempuan dapat bersaing di dunia usaha dan meningkatkan ekonomi keluarga. Bahkan memberikan dukungan ekonomi untuk perempuan penyintas kekerasan dan yang menjadi perempuan kepala rumah tangga. Menurut Uum pelatihan dimulai dengan membuat produk sampai memasarkannya, ada pelatihan menjahit dan pastry, hal ini dilakukan untuk mengajak perempuan meningkatkan kapasitas diri di lingkungan keluarga dan masyarakat. Diharapkan cita-cita mampu memberikan kontribusi positif dalam pembangunan kota Bandung.
Tak Lebih dari Motif Ekonomi
Jika menilik dari langkah-langkah solutif negara untuk pemberdayaan perempuan, kita bisa melihat bahwa ini semua adalah 100 persen untuk ekonomi artinya perempuan berdaya jika telah memberikan kontribusi dengan bekerja mendapatkan penghasilan berupa uang.
Sedikit menilik bahwa sistem kapitalisme memaksa perempuan berdaya secara ekonomi untuk mengatasi kemiskinan bahkan bisa dipastikan memiliki misi rahasia untuk merusak perempuan. Diantaranya perempuan harus bekerja untuk keluar dari kemiskinan, sehingga tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai ummu warabatul ba’it, hingga berujung perceraian karena merasa bisa menghidupi dirinya sendiri. Kemudian menjadi mesin produksi penggerakan UMKM yang disetir oleh sistem kapital sendiri yeng memegang industri raksasa. Program yang ada tak lebih dari mengeksploitasi. Serta dijadikan penyelamat kemiskinan, dengan pendapatan keluarga meningkat oleh dirinya. Tidak sedikit yang terjebak dengan gaya hidup dan mental yang terganggu. Ada yang tidak ingin menikah, tidak ingin punya anak karena merasa terjebak di keadaan dengan sistem kerja yang berat dan cepat.
Menurut pakar ekonomi Islam Nida Saadah, S.E, M.E.I, Ak. Menyatakan bahwa hal diatas adalah ilusi kesejahteraan perempuan dalam sistem kapitalis sekuler. “Pemberdayaan perempuan secara ekonomi akan dikaitkan dengan ekonomi yang sulit di tengah masyarakat. Kemudian seringkali dikaitkan dengan aspek kesejahteraan dan kebutuhan keuangan dalam rumah tangga. Namun, ini adalah ilusi kesejahteraan perempuan dalam peradaban kapitalisme sekuler,”.
Semakin jelas fakta program pemberdayaan perempuan dalam ekonomi gagal mewujudkan kesejahteran dan memberi ruang hidup yang buruk, sungguh beban berat itu ditanggungnya sendirian jika tak ada yang perduli.
Hanya Islam Penolongnya
Ada satu contoh betapa Islam sangat memuliakan perempuan. Yaitu pada saat 1970-an profesor sejarah Amerika R. C. Jennings melakukan penelitian untuk lebih dari 10 ribu catatan pengadilan Utsmani dari abad ke-17 yang mengungkapkan bahwa perempuan menggunakan pengadilan secara teratur untuk mempertahankan hak-hak pribadi dan hak milik mereka. Mereka memiliki hak ekonomi yang sama dengan laki-laki. Tentu saja dalam Islam, pengadilan ini tidak berbayar dan perempuan dapat menggunakan pengadilan untuk menuntut hak nafkahnya jika kurang untuk memenuhi kebutuhannya. Dan Islam tidak memandang perempuan sebagai sebuah aset ekonomi, melainkan perlakuan hormat dan baik berasal dari Allah.
Mekanisme Islam dalam pemberian nafkah adalah dengan Baitulmal. Jika ada kasus seorang perempuan tidak memiliki ayah karena ayahnya sudah wafat, dan tidak memiliki suami, misalnya, karena bercerai, juga tidak memiliki anak laki-laki yang baligh dan tidak memiliki kerabat laki-laki atau memiliki dengan kondisi tidak mampu, maka perempuan tersebut akan dinafkahi negara. Ada sebuah cerita mencontohkan Aisyah ra. mendapatkan sekitar 7 juta per pekan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, termasuk perempuan lain yang setelah ditelusuri tidak ada garis nasab laki-laki yang mampu menafkahinya. “Nafkah ini diambil dari kas Baitulmal, sepanjang sejarah tidak pernah Baitulmal kosong karena menafkahi perempuan.
Dengan mekanisme Islam, dirancang untuk menghadapi krisis global dan bertahan hidup dengan menghapus perekonomian rakyat berbasis riba. “Menutup bank-bank ribawi dan mengalihkannya pada akad-akad sesuai syariat
Kemudian negara juga melarang semua bentuk penimbunan kekayaan, dan akan menstabilkan pasokan uang dan harga dengan memastikan mata uang kertas sepenuhnya didukung emas dan perak yang mencegah inflasi, menghilangkan pajak, meninjau kembali lahann sehingga tidak boleh ada yang menumpuk lahan, serta mengelola semua sumber daya milik umum dan menggunakannya untuk umum sehingga semua dapat merasakan manfaat dari aset negara tersebut.
Dengan begitu kas negara tidak pernah kosong. Jadi regulasi Islam yang diterapkan negara, dengan banyaknya pemasukan tidak perlu ada program yang memaksa perempuan untuk bekerja. Jika pun bekerja harus memenuhi syariat. Negara mengutamakan kehormatan wanita yang harus dijaga. Justru pembedayaan perempuan itu adalah bertambahnya ilmu dan khazanah pengetahuan agar kelak dipakai untuk mendidik anak-anaknya, bukan malah berbau ekonomi yang menuntut para ibu harus bekerja keluar mencari nafkah. Selepas suami atau ayahnya tiada, ada keluarga dari pihak wali yang menanggung nafkahnya, jika tidak bisa maka oleh negara yang akan menanggungnya.
Kemiskinan adalah tanggung jawab negara dalam sistem Islam, dan akan dicari akar permasalahannya, dan juga memiliki sistem ekonomi yang kuat untuk menopangnya dari ketahanan terhadap krisis dalam jebakan kapitalisme global saat ini.
Wallahu a’lam
Ditulis oleh : Ina Agustiani S.Pd
Discussion about this post