BANDUNG, walimedia.com – Kepala Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof. Muradi menilai literatur politik penting dipahami mahasiswa dalam mengoreksi kinerja pemerintah. Dengan begitu, aspirasi atau tuntutan yang disampaikan akan berdasar pada realitas di lapangan.
Hal tersebut disampaikan Muradi menanggapi aksi unjuk rasa mahasiswa yang berujung rusuh beberapa waktu lalu. Meski bagian dari demokrasi, unjuk rasa mahasiswa dinilai tetap memiliki batas dan massa aksi dituntut lebih memahami isu-isu yang sedang berkembang.
“Inti poinnya memang literasi politik. Membaca, memahami, dan menguliti apa yang menjadi agenda politik dari yang berkembang, bukan sekadar katanya-katanya,” ujar Muradi usai diskusi dan launching Bandung School of Democracy (BSoD) di Second House Bandung, Selasa (08/10/2019).
Muradi menyatakan, kurangnya pemahaman dan literatur politik mahasiswa terhadap suatu isu hanya akan menyebabkan crowd atau gerombolan massa yang tak terkontrol. Hal tersebut terlihat dari aksi unjuk rasa menyoal RKUHP dan UU KPK yang berujung kerusuhan.
“Jadi, kalau soal UU KPK dikaji lebih dalam itu seperti apa, lalu kemudian bicara. Soal RUU KUHAP, ya dikaji itu seperti apa, lalu kita bicara. Kalau tidak, nanti menjadi anarkis karena idenya gak sampai,” kata dia.
Di era demokrasi digital atau e-demokrasi saat ini, paparnya, mahasiswa harus bisa menginventarisir sejauh mana permasalahan berkembang di masyarakat. Dengan begitu, mahasiswa akan lebih memahami substansi dari tuntutan dan aspirasi yang disampaikan.
“Problemnya literatur yang muncul tidak mencerdaskan dan hanya terbawa setting yang berkembang. Saya kira itu pelajaran serius buat mahasiswa agar bisa lebih berkualitas,” tuturnya.(yon)
Discussion about this post