BANDUNG | WALIMEDIA – Sejatinya, penjual takjil Ramadan setiap bulan berkah tiba mendapatkan keuntungan besar yang lumayan bisa digunakan untuk Hari Raya. Namun dalam satu tahun ini, penjualan nyaris menurun drastis dan hanya ramai pada hari pertama puasa saja. Bahkan sampai hari ketujuh saja penjualannya relatif biasa-biasa saja.
Sepasang suami isteri Maman dan Ai Sumiati yang telah berjualan takjil Ramadan selama dua puluh tahun mengakui jika penjualannya pada Ramadan kali ini tidak seperti tahun lalu walaupun pandemik mulai melanda. Saat ini mereka mengakui penghasilannya tak seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Hari pertama saja yang terbilang lumayan karena bisa mendapatkan omzet sampai enam ratus ribu rupiah. Hari kedua sampai hari ini rata-rata penghasilan berkisar di titik tiga ratus ribu saja dan untungnya sekitar serratus ribu. Tapi itu pun harus kami syukuri, karena masih ada orang yang mau membeli takjil yang dibuat oleh kami. Sekarang itu konsumennya orang dekat saja padahal dulu monsumen itu bisa datang dari daerah Cijerah, Haji Alpi sampai Batas Kota,” terang Maman yang biasa berjualan di jalan Rajawali Timur depan Masjid al Fajar Ciroyom, Kota Bandung saat disambangi WMOL (20/4).
Maman dan Ai berjualan kolak pisang, kolak kolang-kaling, kolak candil, gorengan dan juga kerupuk. Biasanya mereka menjajakan makanannya mulai bada ashar. Jika ramai biasanya sebelum adzan Maghrib pun telah habis tetapi bisa sampai sesudah tarawih baru beres-beres karena masih ada makanan yang belum terjual. “Bagi kami yang terpenting usahanya karena rezeki itu sudah ditentukan oleh Allah,” tambah Maman.
Sama pula apa yang dialami Maman dengan penjual takjil Ramadan lainnya., Iin Supriatin yang berjualan di dalam Gang Ciroyom III RT 06/08. Dia mengakui, untuk saat ini jumlah kolak yang dibuatnya paling banyak sampai 40 cup padahal tahun lalu kalau ada pesanan bisa mencapai 70 cup. Justeru menurutnya, penjualan yang paling tinggi itu ada pada gorengan seperti bala=bala, gehu dan juga kerupuk kuning dan kerupuk merah yang dilumuri sambal cair.
“Ya ini sih sekedar menggunakan momentum Ramadan saja, kan kalaun sehari-hari saya itu jualan seblak,” kata Iin menjelaskan semuanya.
Baginya, apa yang dijualnya saat ini setidaknya bisa membantu penghasilan keluarganya karena sudah tahun ini sang suami yang biasa berjualan mainan dan aksesoris di sekolah-sekolah justru tak bisa berdagang karena sekolah semua libur karena pandemic.
“Dengan keuntungan serratus ribu perhari, saya bersyukur karena bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari,” terang ibun tiga anak ini yang juga sering menambah penghasilannya dengan menjadi pengupas kulit bawang.
Tidak hanya mereka, momentum Ramadan ini pun dimanfaatkan pula oleh Indra Lesmana, seorang mahasiwa di perguruan tinggi swasta di Kota Bandung untuk berjualan Pisang Ijo yang lokasi di dekat gerbag Pasar Ciroyom Bermartabat dan menjual Pisang Ijo dengan harga tujuh ribu rupiah. “Perhari rata-rata terjual sampai 40 cup dan itu untungnya perhari seratus ribu rupiah,” ungkap Indra kepada Walimedia.
Indra yang juga pengendara ojek online sebenarnya pernah berjualan Pisang Ijo secara rutin tetapi karena kesibukannya kuliah maka ia lebih memilih berjualan pada bulan Ramadan saja. Namun nhal itu tak menyurutkan baginya untuk berjualan karena kedua orangtuanya memiliki latar belakang sebagai pedagang. “Hitung-hitung belajar bisnis. Ya setidaknya walaupun kecil tapi bisa menghasilkan juga,” tambahnya.
Begiulah nasib para penjual takjil di bulan Ramadan ini yang berharap bisa mendapatkan penghasilan lebih guna memenuhi kebutuhan Lebaran mereka. Semoga saja keinginan mereka terkabul pada bulan Ramadan ini. Aamiin..(def)
Discussion about this post