OPINI | WALIMEDIA – Baru-baru ini PPATK mengungkap data yang cukup mencengangkan terkait jumlah perputaran uang dalam transaksi judi online. Pada tiga bulan pertama 2024 saja, diketahui perputaran uangnya mencapai Rp100 triliun. PPATK menyebut pada 2023 sebanyak 3,2 juta warga negara bermain judi online. Berdasarkan survei Drone Emprit, sistem monitor dan analisis media sosial, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara dengan warga pengguna judi online terbanyak di dunia.
Dan berdasarkan skala nasional wilayah provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama dengan jumlah transaksi judi online tertinggi. Bukankah hal ini menunjukkan bahwa warga di Jawa Barat banyak yang telah terpapar judi online ?
Betapa memprihatinkan, Jawa Barat dengan mayoritas penduduk dari suku Sunda yang identik dengan akhlak mulia serta orang-orang yang menjunjung tinggi norma agama kini terpapar judi online yang notabene sesuatu yang jelas dilarang, baik itu dilihat dari sudut pandang etika, moral maupun aturan beragama.
Meskipun memang tidak bisa dinafikan bahwa kehidupan masyarakat saat ini begitu sulit. Beban biaya hidup yang tinggi disamping sulitnya mencari pekerjaan, bisa jadi alasan kuat masyarakat terpapar judi online. Disamping karakter kebanyakan orang saat ini yang ingin serba instan, menjadi hal yang wajar jika judi online menjadi pilihan untuk mendapatkan uang dengan cara instan.
Hal utama yang menjadi penyebab terpaparnya masyarakat oleh judi online sebenarnya karena sistem kapitalisme yang melahirkan kemiskinan struktural dimana sistem ini mengkosdisikan negara tidak akan pernah mampu mensejahterakan rakyatnya.
Ketimpangan ekonomi akibat penerapan sistem ini menyebabkan kekayaan hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Akibat prinsip kebebasan dalam kepemilikan yang diterapkan sistem ekonomi kapitalisme, dunia makin timpang dari sisi ekonomi.
Kini, makin banyak kekayaan satu orang yang bisa melampaui pendapatan domestik bruto suatu negara yang dihuni puluhan juta orang. Kekayaan Jeff Bezos misalnya mencapai US$125,3 miliar, melampaui PDB Maroko yang sebesar US$119,04 miliar, padahal populasi negara di Afrika Utara ini mencapai 36,61 juta orang.
Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme, maka sistem ekonomi Islam telah terbukti mampu mensejahterakan rakyat. Konsep sistem ekonomi Islam yang didukung oleh sistem politik Islam, akan menjamin terpenuhinya kebutuhan primer individu-individu rakyatnya.
Bahkan, turut membantu terpenuhinya kebutuhan sekunder dan tersier. Hal ini merupakan prioritas bagi negara untuk memenuhi kebutuhan tiap-tiap rakyatnya. Pemenuhan kebutuhan ini akan didukung oleh penerapan sumber pemasukan negara yang sesuai dengan syariat Islam, bukan dengan bertumpu pada pajak dan utang, melainkan dari pemasukan tetap, yaitu dari fai, kharaj, zakat, seperlima harta rikaz dan jizyah.
Demikian juga dengan penerapan konsep kepemilikan sesuai syariat. Sumber daya alam seperti hutan, laut, sumber air, barang tambang seperti minyak bumi dan batu bara, merupakan milik umum sehingga tidak akan mungkin dibolehkan adanya privatisasi. Setiap individu boleh mengambil sesuai keperluannya dan negara wajib mengelolanya, kemudian hasilnya dibagikan merata untuk rakyat.
Banyaknya sumber pemasukan negara ini akan menjamin terselesaikannya masalah kemiskinan. Hingga ke ranah teknis pun, negara akan menjamin tersedianya mata pencarian bagi rakyatnya.
Setiap individu akan didorong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika tidak mampu, maka mahramnya yang akan menanggung. Apabila tidak memiliki kerabat yang sanggup menanggung, maka negara wajib memenuhi kebutuhan hidupnya diambil dari kas zakat maupun sumber pemasukan lainnya. Bahkan, jika kas negara tidak memenuhi, maka sesama muslim lainnya yang akan membantu dengan penarikan dharibah (pungutan) bagi warga yang mampu.
Untuk mewujudkan sistem ekonomi Islam memerlukan tegaknya tiga pilar ekonomi Islam. Pertama, dengan menerapkan konsep kepemilikan dalam Islam, yakni kepemilikan individu, umum, dan negara. Kedua, tegasnya pembagian sumber daya dalam konsep kepemilikan tersebut, serta pengolahan dan pengembangannya diatur sesuai syariat Islam. Ketiga, penekanan pada distribusi merata, baik secara ekonomis maupun nonekonomis kepada rakyat.
Pilar pertama tentang konsep kepemilikan merupakan hal mendasar dalam sistem ekonomi Islam bahwa semua kekayaan di dunia adalah milik Allah dan Allah telah menetapkan konsep kepemilikannya. Kepemilikan individu juga akan bermanfaat bagi kas negara dalam bentuk zakat, infak, maupun sedekah. Sementara itu, kepemilikan umum dan negara wajib dikelola oleh negara sehingga akan berdampak kepada rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dari paparan singkat diatas, dapat tergambar bahwa penerapan sistem ekonomi Islam dapat menjadikan warga negara dari aktivitas yang merugikan dirinya sendiri seperti Judi Online. Kesejahteraan yang dirasakan tidak akan membuat rakyat memilih cara-cara haram untuk mendapatkan uang. Karena cara-cara yang halal terbuka lebar untuk masyarakat.
Disamping ketakwaan individu karena penerapan aturan Islam di tengah masyarakat, berfungsinya peran negara dalam pengurus dan pengatur urusan rakyat, memustahilkan merebaknya judi online atau sesuatu yang sejenisnya.
Ditulis oleh: Lilis Suryani ( Guru dan Pegiat Literasi)
Discussion about this post