Tak terasa kita telah memasuki bulan Ramadan saat pandemik masih melanda dan sulit diprediksi kapan akan berakhir. Tentu saja menghadapi semua itu butuh kesabaran. Semua ikhtiar tengah dilakukan dengan harapan bisa mendapatkan solusi terbaik untuk menghadapi semua itu dan mampu melewati ujian yang ada selama ini dengan baik.
Persoalan yang kita hadapi saat ini bukan saja bertumpu pada problema yang ada, melainkan seperti adanya kehilangan semangat dalam menghadapi kenyataan yang terjadi. Memang hal tersebut tak bisa terbantahkan karena setahun lebih kita menghadapi ketidak pastian dalam segala hal. Tetapi mesti diingat, setiap kejadian yang menimpa tentu ada hikmah di balik semua itu.
Ramadan adalah bulan perjuangan. Bukan saja kita dituntut untuk melaksanakan ibadah sebaik mungkin dengan berusaha mampu mengatasi godaan yang melanda. Lebih dari itu, ibadah Ramadan harus semakin meyakinkan kita semua jika Tuhan tengah menguji umat-Nya, mana yang masih yakin dengan kasih sayang-Nya dan mana yang sudah melupakan-Nya ?
Terbayangkan kini banyak yang menjadi korban PHK (Pemutusan hubungan kerja), semua pelajar terpaksa mesti belajar di rumah, guru-guru pun tak bisa mengajar secara normal, petugas medis di rumah sakit berjuang tanpa henti dan terkuras tenaga juga bidang ekonomi pun terdampak karena hal ini. Sungguh memprihatinkan namun semua itu harus dihadapi tanpa mengeluh dan tetap harus memupuk optimisme yang utuh bahwa semua itu kelak akan berakhir karena yang ada di dunia ini tak ada yang abadi.
Memang tak pernah ada yang mau hal seperti ini harus dialami selama setahun lebih. Namun yang patut kita syukuri adalah Ketika Tuhan masih memberikan kita hidup. Bukan hal mudah untuk melewati masa-masa yang tak terbayangkan harus dialami. Semuanya dilakukan pembatasan untuk keselamatan manusia itu sendiri dan mau tidak mau kita pun melakukan yang dulu sebenarnya tak terpikirkan untuk kita laksanakan sebelumnya.
Tuhan tentu akan mencabut apa yang menimpa negeri ini ketika semua penghuni negeri ini yakin dan percaya bahwa Tuhan menegur atas segala hal yang mungkin keliru selama ini. Semua semestinya tersadarkan jika semua harus kembali kepada rel yang sesungguhnya. Boleh jadi, banyaknya kasus korupsi bukan karena pelakunya tetapi bisa jadi karena kita selama ini selalu tidak peduli dengan hal itu dan membiarkannya tumbuh subur, atau banyak kemaksiatan bukan karena banyak pelaku kemaksiatan melainkan kita semua tak mau mengurusi kemaksiatan tetapi mungkin kita menolak semuanya namun tak pernah mau berusaha menindaknya dan cenderung membiarkannya.
Mungkin adanya pandemik ini sebenarnya bentuk kasih sayang-Nya untuk mengajak manusia semakin dekat kepada-Nya. Bisa jadi kita mungkin melupkannya karena terlalu sibuk mengejar dunia. Mengejar dunia adalah hal wajar ketika dilakukan sesuai aturan. Hanya sayang banyak manusia serakah yang akhirnya menghalalkan segala cara hingga labrak sana labrak sini dan menjadi angkuh sehingga berani melanggar aturan yang ada.
Mengacu kepada ibadah puasa di bulan Ramadan yang hakikatnya mengekang dari segala keinginan yang bergejolak dalam diri dan dalam hal ini dibutuhkan kesabaran untuk menghadapi ujian yang bisa membatalkan puasa dan juga mengurangi pahala puasa kita. Artinya, tentu butuh kesabaran yang kokoh dari m ulai Subuh sampai menjelang waktu berbuka. Semua yang nikmat dan semua yang dapat kita nikmati pada siang hari menjadi haram bagi kita menikmatinya sebelum adzan Maghrib tiba. Tak boleh ada yang dilanggar karena dengan melanggarnya maka kita akan mendapat hukuman.
Begitupula menghadapi kondisi yang terjadi saat ini. Benar memang berat dan semua orang pun terdampak karenanya. Tak ada yang terlewatkan dalam ujian ini. Semuanya berlomba dengan segala kemampuan yang ada agar bisa keluar dari ujian ini. Hal ini bukan persoalan mudah namun Tuhan telah memberi akal kepada manusia untuk terus berikhtiar agar mendapatkan jalan keluar terbaik. Hasil harus tergantung dari usaha yang dilakukan dan semua itu harus pula dibarengi dengan kesabaran. Mengubah keadaan bukan acara sulap yang sim salabim langsung berubah tetapi sebuah perjuangan yang dibutuhkan pengorbanan.
Memahami ibadah puasa sama artinya dengan bagaimana kita kini menghadapi ujian pandemik ini. Kita bisa melihat kini banyak orang yang seolah tak sabar ingin segera mengkahiri pandemik ini tapi sayang langkah ikhtiar kerap mereka lupakan. Kini mereka sudah tak memperhatikan protokol kesehatan yang dianjurkan Pemerintah. Banyak warga masyarakat yang tak peduli lagi menggunakan masker, mereka pun berani berkerumun tanpa memperhatikan aturan yang ada dan tidak jaga jarak serta tak pernah lagi peduli bahkan menganggap ancaman virus corona itu tak pernah ada. Ini sinyal bahaya karena penyebaran virus itu masih terjadi di mana-mana.
Butuh kesadaran bersama untuk berjuang menghadapi semua ini. Kita butuh keberasamaan di dalam hal cara pandang terhadap musibah yang terjadi selama satu tahun terakhir ini. Kita semua mesti kuat menghadapi ujian besar ini tetapi dilain pihak kita pun tetap harus berupaya optimal memutus penyebaran covid 19 tanpa mengabaikan protocol Kesehatan. Artinya, semua elemen harus difungsikan dan yang terpenting bagi kita adalah kita semangat terus menghadapinya dan memilikim keyakinan utuh bahwa musibah ini pasti berakhir. Tuhan tidak akan pernah mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mengubah nasibnya sendiri.
Karenanya momentum Ramadan seharusnya menjadi dorongan semangat bagi kita untuk bisa berbuat yang terbaik bagi kehidupan yang dijalani semua ini. Semuanya mesti berubah ke arah yang lebih baik dan tentunya semua itu dibutuhkan kesabaran untuk menghadapinya. Semuanya akan kembali kepada proses yang dilakukan. Semoga saja dengan khusyuknya kita melaksanakan ibadah Ramadan maka Tuhan mendengar dan mengabulkan doa kita bersama agar pandemik ini segera berakhir.***
Ditulis oleh Deffy Ruspiyandy, warga Kota Bandung yang juga penulis ide cerita di TV Swasta
Discussion about this post