SUKABUMI.WM – Masuknya era moderen dan digital, hampir semua lini yang bersifat manual tersisih tergantikan oleh alat moderen yang tidak menguras waktu dan tenaga. Seperti halnya Seni lukis manual yang ditekuni Gustirah Akadir (59) merupakan diantara salah satu seniman yang saat ini tak punya penghasilan karena tersisihkan perkembangan teknologi digital printing.
Pelukis kelahiran Jakarta dari bapak asal Ubud Bali, dan Ibu asal Jogyakarta, kini tinggal bersama istrinya Aminah (45) di Kampung Cisitu, Desa Citamiang, Kecamatan Purabaya, Kabupaten Sukabumi, Jawa barat.
Dengan adanya alat priting cetak gambar, sebagai pelukis manual yang mengandalkan cat dan kuas, kini semua alat lukisannya tersimpan dan tidak terpakai.
Gustirah pelukis manual yang pernah jaya dierah 1980 sampai 2003, karirnya mulai redup sejak akhir jabatan walikota sukabumi, Molly Mulyahati Djubaedi. Waktu itu dirinya dikontrakan oleh walikota untuk sejumlah job lukisan yang harus dikerjakan, dan juga ketemu jodohnya seorang janda satu anak. Namun pernikahan yang keempat kalinya dari pertama hingga kini tuhan belum memberikan anak.
Kini kehidupan Gustirah bersama istrinya kondisi prihatin. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, hanya ditopang dari hasil istri menjual oncom keliling kampung. Mereka hidup memprihatinkan, tinggal di sebuah rumah semi permanen berukuran 5×6 meter.
Dari berjualan oncom sejak 15 tahun, hanya mendapatkan Rp30 ribu yang diambilnya dari pedagang di sekitar daerah Purabaya.
Sepinya tawaran pekerjaan membuat seniman ini harus menggantungkan koas dan cat yang biasa pakai untuk bekerja.
Lukisan yang saat ini sudah tergerus oleh tekhnologi digital printing menjadi alasan Gusti tidak bisa melanjutkan usahanya. “Sekarang sudah serba digital dan printing, saya sudah tidak bisa bekerja, “keluh Gustira. Rabu,(25/04)
Selain kalah bersaing dengan tekhnolgi moderen, Gusti juga tidak bisa menjalankan usahanya terbentur oleh modal dan juga tidak memiliki galeri khusus. Gusti yang juga piawai dalam mengurus bonsai dan seni rupa lainnya menawarkan jasa lukisannya dengan berkeliling.
Saat lukisan berada pada masa jayanya, Gusti sering mengerjakan lukisan spanduk, bak truk, reklame restoran, dan gambar film yang akan tayang di bioskop
Gusti mengaku, walaupun kondisi hidupnya memprihatinkan, dirinya bersyukur memiliki istri yang sabar menemaninya. “Penghasilan kebutuhan hidup sehari-hari saya hanya mengandalkan istri saya saja.
Alhamdulillah saya di berikan istri yang sabar, menjalani hidup yang seperti ini dan masih setia meski saya tak bisa membahagiakannya. “Saya tidak bisa membahagiakan istri, dari hasil jualan oncom, itulah hasil penghidupan keluarga, “ucapnya.
Dirinya masih memiliki sisa satu lukisan cat bermotif bunga dengan harga 2juta rupiah. “Lukisan yang satu ini mau dijual harga 2juta, tapi sekarang tidak ada yang minat,”harap Gustirah.
Seni lukisan yang terukir disetiap dinding rumah, bahkan sepeda motor dan jaket tidak luput dari kuas dan cat lukisan Gustira.
Dirinya mengharap, seni lukisan manual dengan nilai seni tinggi bisa berjaya kembali. “Saya berharap, seni lukisan manual kembali berjaya dengan nilai seni yang tinggi, “harap Gustira.
Iqbal/Ardan
Discussion about this post