BANDUNG | WMOL – Anggota DPRD Jawa Barat (Jabar) diminta untuk tidak mentabukan penggunaan hak interpelasi atas kebijakan Gubernur Jabar, Ridwan Kamil (RK) yang membangun Monumen perjuangan Covid-19 di Jl. Surapati, Kota Bandung. Pasalnya, hak interpelasi merupakan hak politik setiap anggota dewan untuk meminta penjelasan atas kebijakan kepala daerah yang dianggap strategis.
Demikian dikatakan Ketua Presidium Nano Jabar, Hery Mei Oloan, menanggapi hasil pertemuan Aliansi Nano Jabar dengan Komisi IV DPRD Jawa Barat, pada Rabu (03/11/2021) lalu.
Menurut Hery Mei Oloan, hak interpelasi dapat dilakukan oleh anggota DPRD Jabar karena Gubernur Jabar Ridwan Kamil terkesan “memaksakan diri” untuk membangun monumen perjuangan Covid-19, dan tanpa melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan dewan (legislatif). Apalagi pengajuan anggaran untuk pembangunan monumen itu pernah ditolak legislatif.
Dengan adanya unsur pemaksaan dan tanpa melakukan komunikasi itu, jelas Hery, maka sudah seharusnya DPRD Jabar menggunakan hak politiknya, yakni hak interpelasi.
“Dengan RK (Ridwan Kamil, Gubernur Jabar) memaksakan pembangunan Monumen Covid 19 tanpa komunikasi dengan dewan sehingga dewan tidak tahu sama sekali, dan berpotensi menyalahi prosedur bahkan saat pengajuan anggarannya di tahun 2020 sudah ditolak DPRD, maka seharusnya Dewan jangan mentabukan menggunakan hak politiknya, yaitu hak interpelasi, karena hak interpelasi adalah hak anggota dewan untuk meminta penjelasan atas kebijakan gubernur yang dianggap strategis,”papar Hery melalui pesan singkat kepada WMOL, Kamis (04/11/2021).
Sebagaimana diketahui, Aliansi Nano Jabar, mengkritisi pembangunan monumen perjuangan Covid-19 oleh Gubernur Jabar, Ridwan Kamil. Selain dianggap berbau politis dan rentan korupsi, pembangunan monumen Covid-19 yang disebut-sebut bakal diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 10 November 2021 bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan itu juga dinilai belum layak dilakukuan, karena pandemi masih terjadi. Oleh karenanya, aliansi Nano yang merupakan gabungan beberapa tokoh masyarakat dari berbagai elemen ini melakukan audensi dan meminta DPRD Jabar.
Pada saat audensi Nano Jabar meminta anggota dewan menggunakan hak politiknya untuk meminta kejelasan dari Gubernur Ridwan Kamil tentang pembangunan monumen Perjuangan Covid, yang lokasinya berada di kawasan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat tersebut.
Rencananya, selain audensi ke DPRD Jabar, Aliansi Nano Jabar juga akan terus melakukan upaya lain untuk menolak poltisasi pembangunan monumen perjuangan yang didedikasikan bagi para tenaga kesehatan (nakes) Covid-19 yang meninggal saat bertugas. Diantaranya akan mendatangi Kementrian Dalam Negeri, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga ke lembaga yudikatif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Sesuai tahapan, kita ke DPRD dulu, lalu nanti kita minta ke BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Dari jawaban BPK nanti kita bisa tahu (ada tidaknya penyalahgunaan anggaran). Kalau menurut BPK ada pelanggaran dalam proses penganggaran, maka lanjut ke lembaga yudikatif,”pungkas Hery.(bud)
Discussion about this post