BANDUNG | WALIMEDIA – Merayakan Idul Fitri di luar negeri tentu berbeda dengan jauh berbeda dengan di negeri sendiri. Selain harus bisa menahan rindu karena jauh dari dari sanak saudara, juga setidaknya harus merayakan Idul fitri dengan menyesuaikan aturan dan budaya di negara tersebut.
Untuk mengetahui suka-duka Warga Negara Indonesia yang tinggal di luar negeri (diaspora) berikut rangkuman cerita mereka kepada redaksi WMOL melalui aplikasi WhatsApp (WA).
Febriana Anjaswari (28), yang kini tinggal di Tokyo-To Toshima-Ku karena mengikuti sang suami bekerja di Jepang bercerita jika dalam dua tahun terakhir ini tidak ada kegiatan Shalat Idul Fitri ataupun open house. Hal ini dikarenakan Jepang sedang menerapkan “State Emergency” (status darurat) terkait adanya Covid-19 sehingga masjid-masjid yang ada tidak dibuka untuk kegiatan peribadatan.
“Terus terang karena Jepang bukan negara muslim maka tak terlihat suasana ramadhan ataupun suasana lebaran. Apalagi Islam di sini sebagai agama minoritas,” Febri.
Begitupun saat bulan ramadhan. Di Jepang bulan Ramadhan berlangsung seperti bulan-bulan lainnya. Aktivitas kerja dan sekolah berjalan seperti biasa.
Di Jepang sahur dimulai pukul 02-00 atau 03.00 dan berbuka sekitar pukul 19.00 malam waktu setempat. Waktu itu terbilang cukup lama jika dibandingkan Indonesia.
“Karenanya bagi kaum muslimin Indonesia haruslah bersyukur karena Islam sebagai agama mayoritas, di mana bisa merayakan lebaran dengan suasananya yang amat terasa. Sebab bisa kumpul bareng keluarga, makan ketupat dan opor. Di negara yang muslimnya minoritas perayaan Lebaran sepi dan tidak ada perayaan apa-apa. Paling makanannya sushi sama ramen,” jelas wanita yang sudah tinggal hampir tiga tahun di Jepang ini.
Sementara Nurfitri (29) yang tinggal di Kota Helsinki, Finlandia bersama suami dengan dua anaknya menceritakan jika pelaksanaan Shalat Ied dilaksanakan di KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) dengan jumlahnya yang dibatasi dan harus reservasi (pesan) terlebih dahulu. Sama halnya dengan pelaksanaan kegiatan shalat wajib berjamaah. Pasalnya di negara Finlandia masih dalam restriction (pengetatan aktivitas kegiatan sosial,pen) terkait pandemi.
Usai melaksanakan solat Ied, dilanjutkan dengan acara silaturahmi yang diselenggarakan di kediaman duta besar Indonesia. Dengan silaturahmi seperti ini, bisa bertemu dengan para WNI (Warga Negara Indonesia) yang tinggal di Finlandia hingga Estonia.
Menurut wanita lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini suasana ramadan di Finlandia jelas tidak sesemarak di Indonesia. Pun demikian jika dibandingkan dengan Indonesia yang jelas marak di Indonesia dong, kata Fitri. Terlebih disaat pandemi seperti sekarang ini. Sebelum pandemi setiap minggu selalu mengadakan buka puasa bersama di KBRI.
Bahkan beberapa tahun lalu di saat puncak musim panas, karena waktu berbuka ke sahur cukup singkat, yakni sekitar 3 jam, maka dilakukan juga sahur bersama. Sementara untuk kegiatan kajian diadakan setiap Sabtu-Minggu secara online serta kegiatan One Day One Juz (ODOJ) bersama teman-teman di rumah muslimah indonesia di Eropa (Rumaisa Sabiila).
“Cara berkumpul inilah yang membuat kami rindu dalam dua tahun ini. Bahkan makanan khas lebaran seperti ketupat, opor ayam, aneka kue basah dan desert khas Indonesia ada di sana juga,” tambahnya.
Sementara Ghiyats Fawwaz yang tinggal di Ankara Turki mengatakan karena Turki sedang melaksnakan lockdown maka hanya bisa berlebaran di rumah bersama keluarga kecilnya. Namun untuk tahun ini bisa melaksanakan shalat di masjid terdekat.
“Lebaran di Turki tidak sesemarak di Indonesia karena tidak ada takbir keliling. Sesudah shalat Idul Fitri, mereka (jamaah) pulang langsung ke rumah masing-masing,” ungkap Ghiyats.
Karena kondisi yang tidak memungkinankan, menurut Ghiyats, silaturahmi yang dapat dilakukan hanyalah melalui video call dengan keluarga. Sedangkan untuk makanan lebaran yang disajikan di setiap rumah hanyalah coklat. Karena anak-anak kecil di menyukai coklat, maka mereka diberi hadiah berupa coklat.
“Bagi warga di Indonesia saya mengucapkan Minal Adzin Wal Faidzin. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga tahun depan kita bisa melaksanakan Shalat Idul Fitri berjamaah di lapangan serta Shalatnya juga sudah tidak pakai masker lagi,” pungkasnya lewat pesan singkatnya.
Begitulah kondisi yang terjadi di luar negeri saat berlebaran. Hal ini menandakan seindah-indahnya Idul Fitri di luar negeri tetap saja nyatanya lebaran di negeri sendiri terasa lebih indah. Semoga mereka yang berlebaran di negeri orang kelak bisa Kembali berkumpul dengan keluarganya di tanah air.(Deffy)
Discussion about this post