BANDUNG, walimedia.com – Aksi unjuk rasa kembali terjadi di depan Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (25/09/2019). Kali ini, unjuk rasa dilakukan ratusan tukang gigi palsu yang juga menolak Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Aksi unjuk rasa yang dilakukan tukang gigi palsu dari berbagai daerah di Jawa Barat diawali dengan berkumpul di Monumen Perjuangan (Monju). Kemudian, mereka pun melakukan long march atau berjalan kaki dari Monju menuju Gedung DPRD Jabar.
Ratusan tukang gigi palsu melakukan unjuk rasa menolak RKUHP karena di dalamnya terdapat aturan yang mengancam profesi mereka dengan pidana. Di depan Gedung DPRD Jabar, ratusan tukang gigi yang berbekal spanduk bertuliskan tuntutan pun menyampaikan orasinya.
Salah seorang tukang gigi palsu asal Cimahi, Erik Gelora mengaku keberatan dengan rancangan tersebut karena akan mencekik kehidupan para tukang gigi palsu. Terlebih, profesi tukang gigi telah menjadi pekerjaan selama bertahun-tahun untuk menghidupi keluarganya.
“Sudah delapan tahun saya kerja sebagai tukang gigi merantau dari Madura,” ujar Erik.
Meski pendapatan sebagai tukang gigi palsu tidak banyak, jelasnya, profesi tersebut merupakan pekerjaan yang tidak bisa dirinya tinggalkan. Dalam sebulan, Erik mengaku mendapatkan penghasilan kotor sekira Rp 2,5 juta.
“Itu kotor. Bersihnya sekitar Rp1,5 juta palingan,” paparnya.
Erik menyebutkan, khusus di Kota Cimahi terdapat kurang lebih 33 tukang gigi palsu. Untuk itu, ketika RKUHP disahkan, bukan tidak mungkin puluhan tukang gigi palsu tersebut akan menambah angka pengangguran.
“Belum lagi se-Jawa Barat pasti lebih banyak sampai ribuan,” tambahnya.
Adapun poin dalam R-KUHP yang menjadi tuntutan tukang gigi palsu dalam aksi unjuk rasa adalah Pasal 276 ayat 2. Pasal tersebut, berbunyi sebagai berikut;
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Setiap Orang yang menjalankan pekerjaan menyerupai dokter atau dokter gigi sebagai mata pencaharian baik khusus maupun sambilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V (Rp500 juta).(yon)
Discussion about this post