SULAWESI SELATAN | WALIMEDIA – Berdasarkan data Survei Status Gizi Nasional (SSGI) Kementrian Kesehatan tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6%. Angka tersebut dianggap masih tinggi, karena target prevalensi stunting tahun 2024 adalah 14% dan standard WHO di bawah 20%.
Stunting menimbulkan kerugian ekonomi Indonesia sebesar 2% sampai 3% dari PDB atau mencapai Rp 300 triliun pertahun. Sementara prevalensi balita stunting di Sulawesi Selatan (Sulsel) mencapai 27,2%.
Provinsi Sulsel menduduki peringkat ke-10 prevalensi balita stunting tertinggi di Indonesia. Sidrap, secara khusus, tingkat stuntingnya di tahun yang sama sebesar 27,3 %
Stunting adalah kondisi yang ditandai dengan badan anak yang lebih pendek tidak sesuai dengan usianya. Selain gagal tumbuh, anak yang menderita stunting sering mengalami gangguan kekurangan kecerdasan kognitif, dan rentan terhadap berbagai penyakit.
Di lain pihak, selama ini banyak perumahan di Indonesia didirikan tidak memenuhi standar sanitasi aman. Padahal selain asupan gizi yang memadai, sanitasi aman perumahan adalah syarat mutlak mencegah terjadinya stunting pada anak.
Sanitasi yang tidak aman ini ditandai dengan pembangunan kakus jamban yang tidak kedap air dan limbah tinjanya tidak disedot secara rutin minimal tiga tahun sekali. Limbah tinjanya kemudian meresap ke dalam tanah dan mencemari sumur-sumur yang airnya banyak dikonsumsi masyarakat.
“70 persen air tanah di Indonesia tercemar limbah tinja dan mengandung bakteri E-colli yang bisa menyebabkan anak-anak mudah terkena diare dan sumber banyak penyakit lainnya. Diare adalah penyebab utama stunting yang berbahaya bagi anak-anak dan masa depan bangsa,” ujar Wildan Setiabudi, WASH Program Officer UNICEF pada kegiatan Advokasi dan Sosialisasi Penyelenggaraan Sanitasi Aman di Perumahan dan Kawasan Permukiman di Provinsi Sulawesi Selatan.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Unicef berkerjasama dengan Yayasan BaKTI, Pemda Sidrap, Pemprov Sulsel dan Kementrian PUPR di Kafe Hadide, Sidrap, pertengahan Agustus 2023 diisi dengan peninjauan perumahan PT Maiko Batara Villa yang baru memperkenalkan septic tank yang sudah sesuai standar SNI (Standar Nasional Indonesia) dan ke IPLT (Instalasi Pengohan Lumpur Tinja) Sidrap.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat sanitasi aman di Sidrap pada tahun 2022 masih sekitar 4 persen, yang berarti hanya sedikit perumahan dan permukiman yang menerapkan septic tank yang kedap air sesuai dengan SNI dan melakukan penyedotan yang rutin.
“Hal ini berpotensi besar menyumbang tingginya prevalensi stunting di daerah ini. Sementara untuk Sulsel secara keseluruhan masih sekitar 12 persen,” lanjut Wildan.
Sementara Rahman Lado, seorang pengembang (developer) perumahan dari Pinrang, mengungkapkan jika di lapangan, masih banyak pengembang yang membangun septic tank tidak sesuai standar sanitasi aman.
“Selain perlu sosialisasi, perlu juga regulasi yang mengatur agar pengembang menerapkan sanitasi aman pada toilet yang mereka bangun. Biasa mereka hanya menggunakan lima cincin beton disusun bertumpuk dengan kedalaman satu meter. Lantainya disemen, namun karena ditumpuk saja, air limbah tinjanya yang belum tersaring dengan baik, meresap lewat samping.” ujarnya.
Walaupun ada usulan menggunakan septic tank konvensional dibanding yang dibangun sendiri, Rahman menyarankan para pengembang lebih menggunakan tanki septik yang fabrikasi dan sesuai SNI (standar nasional Indonesia).
“Selain lebih efektif tidak banyak butuh waktu membangunnya, bisa lebih menjamin bakteri e-colli tidak tersebar kemana-mana,” ujarnya.
“Walaupun lebih mahal sedikit, tapi bisa menjamin anak-anak tumbuh lebih sehat dan bisa terhindar dari stunting. Bahkan branding sanitasi aman ini bisa digunakan sebagai alat mempromosikan perumahannya agar lebih cepat laku,” ujar Wildan
Workshop dihadiri oleh 31 peserta dari perwakilan semua group pengembang yang tergabung dalam forum pengembang Sidrap dan Pinrang, perbankan, Bappelitbangda Sidrap, Dinas Biciptaptera, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Bimacipta Pinrang dan dilakukan selama dua hari.
Para peserta workshop kali ini juga berkesempatan berdiskusi mengenai perbandingan harga antara yang konvensional dibangun sendiri dan yang pabrikan. Ternyata bedanya juga tidak terlalu banyak. Membangun septic tank yang tidak aman dengan memakai susunan cincin semen membutuhkan biaya 1 sampai 1,5 juta sedangkan harga septic tank yang kedap air sesuai SNI sekitar 2 juta sampai 2,5 juta.
Tujuan kunjungan ke lapangan ini agar para pengembang mendapatkan pengalaman kontekstual penyelenggaraan sanitasi aman yang dimulai dari subsistem setempat (kakus) aman di rumah tangga hingga subsistem akhir pengolahan di IPLT.(*)
Discussion about this post