SUMEDANG, (WM) – Sampai saat ini rasio elektrifikasi rumah tangga di Provinsi Jawa Barat adalah 98,1%. Angka ini memang sudah mendekati penyelesaian. Target Jabar Caang yang dijanjikan Gubernur Ahmad Heryawan dapat dikatakan tercapai secara sempurna. Demikian komentar Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Jabar Daddy Rohanady. Ia menyatakan hal itu setelah memimpin rombongan Komisi IV ke Cabang Dinas Wwilayah V di Kabupaten Sumedang (Rabu 28/02/2018).
“Kalau ukurannya jumlah desa, sejak 2010 Jabar sudah 100% caang. Kami mendorong agar semua rumah di Jabar memperoleh sambungan listrik dari Perusahaan Listrik Negara,” ujar Daddy Rohanady.
Lebih lanjut anggota Fraksi Gerindra dari daerah pemilihan Cirebon-Indramayu itu menyatakan, “Untuk mewujudkan 100% rasio elektrifikasi rumah tangga –jika ukurannya setiap rumah– dengan kondisi seperti sekarang, saya bisa pastikan bahwa kawan-kawan Dinas ESDM kedodoran. Mengapa? Jumlah SDM dan sarpras yang ada kurang memadai. Hal itu menjadi kendala implementasi amanat UU Nomon 23 Tahun 2014 urusan ESDM yang menjadi kewenangan Provinsi.”
Selain menggunakan APBD Prov Jabar, peningkatan rasio elektrifikasi rimah tangga juga dibantu APBN. Sayangnya, alokasi sebesar 30.000 sambungan untuk Jabar kemudian dibatalkan tanpa alasan yang jelas.
Sejak Januari 2019 ada perubahan nomenklatur di Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat. Unit Pelaksana Teknis Daerah menjadi Cabang Dinas. Jumlahnya pun bertambah dari 5 menjadi 7. Perubahan nomenklatur itu dilakukan mengingat tupoksi yang diembannya. Sementara itu, penambahan jumlah dilakukan agar menambah kemudahan aksesibilitas.
Selain peningkatan rasio elektrifikasi rumah tangga, ada 2 hal penting lainnya yang ditangani Dinas ESDM, yakni pertambangan dan air tanah.
Pemanfaat air tanah (yang digunakan untuk keperluan usaha) di Cabang Dinas V saja 1.060 titik. Angka tersebut baru sekitar 30% saja dari angka riil di lapangan.
Perusahaan tambang di Cabang Dinas V juga menunjukkan bahwa dari total 57 perusahaan, baru 41 yang berizin, 12 dalam proses pengurusan izin, dan non izin 4. Padahal pembinaan, pengawasan, dan pengendalian hanya diberikan kepada perusahaan yang sudah memiliki izin. Penambang tanpa izin (PETI) diserahkan kepada aparat penegak hukum (APH).
Sampai saat ini masih ada perusahaan tambang yang sangat nakal, baik di Kabupaten Bandung maupun di Kabupaten Garut. APH sudah masuk. Biasanya dalam kasus seperti itu Dinas menjadi saksi ahli.(Fk)
Discussion about this post