SUKABUMI, Walimedia.com – Tingginya nilai inflasi bukan hanya dipicu oleh bahan makanan, barang strategis dan sejumlah komoditas saja, melainkan pemilihan kepala daerah (pilkada/politik) juga bisa memicu tingginya inflasi. Seperti yang diungkapkan oleh Wakil Rektor satu Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI) Reny Sukmawani, menurutnya politik ataupun pilkada bisa mempengeruhi terhadap nilai inflasi.
“Sensitif sekali ya kalau melihat kondisi saat ini, perubahan sekecil apapun terkait dengan perpolitikan sangat berpengaruh laju inflasi,”ujarnya, usai menjadi narasumber pada kegitan KPU Kota Sukabumi di salah satu hotel kawasan Selabintana Kota Sukabumi. Rabu, (23/05).
Sebenarnya lanjut Reny, inflasi ini sedang terasa saat ini, apalagi ditambah dengan melemahnya rupiah terhadap dollar, dan itu bisa dikatakan bagian gonjang-ganjing untuk tahun 2019. Tapi dengan melemahnya rupiah juga sudah jelas. Apalagi kata Reny, sekarang ini ritme inflasi selain tingginya dollar, menjelang hari raya, ditambah dengan kasus teroris dan persipan menjelang pemilu tentu saja benar-benar akan mempengaruhi terhadap laju inflasi.”Dengan ritme seperti itu, jadi posisi supply serta demand dan kondisi perekonomian tidak bisa diprediksi. Dan saya juga tidak masuk asal tebak berapa niklai inflasi saat pilkada tersebut,”ujarnya.
Ditempat terpisah, hal serupa juga dikatakan oleh pengamat ekonomi lokal Sukabumi KH. Fajar Laksana, menurutnya berdasarkan data yang ada, setiap pengehelatan pilkada dapat mempengaruhi roda per ekonomian, sehingga berdampak tingginya laju inflasi.”Inflasinya bisa mencapai diangka 4 persen,”ujar Fajar yang juga pemilik Pontren AL-Fath Sukabumi.Kemarin.
Fajar mengatakan, seperti yang diungkapkan oleh tokoh ekonomi Irving Fisher, adanya inflasi dikarenakan terjadianya kenaikan harga-harga, apabila jumlah uang beredar semakin meningkat namun tidak menaikan jumlah produk barang dan jasa.”Kesimpulannya berarti, pilkada banyak uang yg beredar, entah itu dibagi-bagi ke masyarakat dengan tujuan bukan meningkatkan modal kerja atau investasi yang memperoduksi barang dan jasa. Tapi uang yg dibagi-bagikan itu untuk konsumtif meminta untuk memilih para calon,”kata Fajar.
Jadi kata Fajar, secara keseluruhan pilkada itu meningkatkan inflasi, walapaun disisi lain ada yang bergeliat disektor jasa, seperti percetakan. Tetapi, percetakan itu sendiri tidak bisa mengimbangi kenaikan harga disektor lain. Pada pemilu sebelumnya, lanjut Fajar, inflasi naik skeitar 5,5 persen, namun ketika pilkada berlangsung tenryata inflasi itu naik menjadai 7,25 persen.”Ini menunjukan bahwa pilkada ikut andil terhadap nilai inflasi,”pungkas Fajar.
Ardan
Discussion about this post