JAKARTA | WALIMEDIA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (20/5/2021).
Menkeu menjelaskan, KEM PPKF 2022 disusun dalam kondisi ketidakpastian yang luar biasa mengingat pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Dampak pandemi terhadap perekonomian sungguh sangat berat dan nyata.
“Ini berarti, secara nominal perekonomian Indonesia kehilangan kesempatan menciptakan nilai tambah atau mengalami ‘kerugian’ kurang lebih sebesar Rp1.356 triliun. Perekonomian Indonesia 2020 mengalami kontraksi 2,1 persen, jauh lebih rendah dari target semula 5,3 persen. APBN 2020 bekerja sangat keras untuk melindungi keselamatan jiwa rakyat dan perekonomian dari hantaman pandemi Covid-19,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Pemerintah mencatat, Belanja Negara meningkat 12,3 persen mencapai Rp2.593,5 triliun, sementara Pendapatan Negara menurun minus 16,0 persen. Defisit APBN 2020 mencapai 6,1 persen PDB, tingkat yang belum pernah terjadi dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Defisit ini jauh meningkat dibandingkan rancangan awal APBN 2020 yang ditargetkan hanya sebesar 1,76 persen PDB.
“Hingga Mei 2021, tanda-tanda positif pemulihan ekonomi global mengalami momentum penguatan, namun lonjakan kasus Covid-19 di India yang begitu dramatis dan menjalar ke berbagai belahan dunia tetap menimbulkan bayangan ketidakpastian dan risiko perlemahan ekonomi global datang kembali,” imbuh Menkeu.
Sementara itu di laporan pada sektor riil, indikator PMI Manufaktur Global di bulan April 2021 mencapai 55,8. Ini merupakan angka tertinggi sejak April 2010. Indikator Baltic Dry Index yang menunjukkan aktivitas perdagangan global juga mencapai level tertinggi sejak Agustus 2019. Harga komoditas global, yang merupakan indikator penting bagi APBN, terus menunjukkan tren kenaikan, bahkan lebih tinggi dari level sebelum pandemi.
Menkeu menambahkan, ekonomi Indonesia berada pada trajektori pemulihan. Setelah mengalami kontraksi minus 5,32 persen di Triwulan II 2020, pertumbuhan ekonomi berada pada tren perbaikan. Indikator PMI Manufaktur April 2021 mencapai 54,6 yang menunjukkan terjadinya ekspansi selama 6 bulan berturut-turut.
“Ekonomi di Triwulan I 2021 terus membaik, walaupun masih mengalami kontraksi minus 0,74 persen. Seluruh komponen aktivitas perekonomian terus melanjutkan tren pemulihan. Bahkan rilis BPS 5 Mei 2021 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran telah menurun menjadi 6,26 persen per Februari 2021 dari sebelumnya 7,07 persen per Agustus 2020,” papar Menkeu.
Perbaikan kualitas SDM dan tenaga kerja terus menjadi bagian sentral peningkatan produktivitas dan daya saing Indonesia. Kajian Kementerian Keuangan dan ADB berjudul “Innovate Indonesia: Unlocking Growth through Technological Transformation” menunjukkan bahwa kemampuan adopsi teknologi dan inovasi berpotensi meningkatkan 0,55 persen pertumbuhan ekonomi per tahun selama dua dekade ke depan.
Pembangunan infrastruktur terus dilanjutkan untuk menutup gap infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adopsi teknologi. G20 Surveillance Note yang disampaikan pada Virtual Meeting G-20 Leaders’ Summit, 21 November 2020 menunjukkan bahwa ½ persen PDB untuk belanja infrastruktur berpotensi mendorong tambahan 1 persen pertumbuhan ekonomi per tahun dalam empat tahun berikutnya.
“Iklim usaha yang kurang kondusif, birokrasi dan regulasi yang rumit dan belum efisien, serta high-cost economy yang menjadi penghambat investasi dan daya saing ekspor perlu diperbaiki. Pelaksanaan UU Cipta Kerja untuk kemudahan investasi dan simplifikasi regulasi harus berjalan efektif,” pungkas Menkeu. (*)
Discussion about this post