KOTA CIMAHI | WALIMEDIA – Jelang Pilkada serentak 2024, merupakan momentum bagi masyarakat Kota Cimahi menetukan arah kepemimpinan yang dirasakan akan lebih baik lagi 5 tahun kedepan. Terkait hal ini, Reformasi Birokrasi menjadi isu yang marak berkembang dan sangat dibutuhkan masyarakat Kota Cimahi. Bagaimana tidak, sudah 3 kali pucuk pimpinan di Kota Cimahi terjerat kasus korupsi.
Seorang enterpreuner muda, yang masuk dalam nominasi Bacalon Wali Kota Cimahi versi Indonesia Strategic Institute (Instrat), Adhitia Yudisthira memberikan tanggapannya terkait Reformasi Birokrasi.
Adhitia mengatakan jika melihat sejarah, sejak berdirinya Kota Cimahi, sudah 3 pemimpin yang terlibat masalah, ini tidak berarti pemimpin tersebut adalah seorang pemimpin yang buruk.
“Hal itu bisa saja terjadi, lantaran administrasi yang tidak tertib jika tidak dikatakan buruk atau juga kelakuan-kelakuan bawahan yang melanggar sehingga imbasnya balik lagi ke pimpinan,” katanya, Kamis (2/5/2024).
Karenanya reformasi birokrasi, dapat dimulai dari memperketat penilaian terhadap ASN yang ada secara berkala, sehingga dapat diketahui mana ASN yang tidak tertib mana ASN yang berpotensi untuk dikembangkan, tentu saja kata dia, ada banyak instrumen untuk melakukan penilaian tersebut.
Penunjukan seorang Lurah, menurutnya, Kota Cimahi ini kota dimana kelurahannya rasa kecamatan dan RW nya rasa kelurahan. Karena itu penting ada semacam hubungan yang linear (memiliki garis keterkaitan) antara lurah yang menjabat dengan wilayah yang dipimpin.
“Dalam artian lurah ini, jika bisa berasal dari penduduk setempat, bukan berarti diadakan pemilihan, karena ini kan kota bukan kabupaten, di Kota Cimahi ada sekitar 4500an ASN, masa nyari 15 orang untuk dijadikan lurah dari orang setempat tidak bisa,”ujar Adhitia.
Adhitia beralasan, semuanya dapat lebih mudah dilakukan jika lurah sebagai pemimpin kecilnya berasal dari penduduk setempat. Jadi little major nya bukan pada camat tapi pada lurah.
“Misalnya perihal bansos yang tidak tepat sasaran, sebenarnya kan mudah jika lurah nya penduduk setempat, pada pendataan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) lurah jelas dapat memastikan siapa-siapa saja yang berhak dan tidak, lantaran ia kenal lingkungannya,” tuturnya.
Mengenai masalah banjir di Kota Cimahi, hal utama dan paling penting untuk dibenahi itu adalah wilayah Marga Asih. Adhitia mengatakan, bagaimanapun sungai-sungai di Cimahi dibenahi dengan baik seperti Cigugur, Melong dan sebagainya tetaplah tidak akan maksimal jika tidak berawal di Marga Asih.
Idenya, agar tak selalu menjadi konflik dan akan sangat mudah untuk diurus, akan lebih baik jika Marga Asih masuk ke wilayah Cimahi. Hal ini menjadi mungkin lantaran polsek Marga Asih pun masuk ke Polres Cimahi, begitupun koramil, hanya pemerintahan saja yang masuk ke Kabupaten Bandung.
“Dimungkinkan Marga Asih masuk ke Cimahi, yang terpenting adanya komunikasi yang bagus dengan Bupati Bandung, lalu perkuat dukungan di pusat, Kemendagri, DPR, dukungan masyarakat setempat, dan lain sebagainya. Intinya solusi banjir di Cimahi itu adalah Marga Asih,” ucapnya. (eri)
Discussion about this post