OPINI

Triliunan Uang Rakyat Raib, DPR Masih Tidur?

Redaksi

Minggu, 21 September 2025 | 14:06 WIB

Triliunan Uang Rakyat Raib, DPR Masih Tidur?

Jangan Biarkan Aset Koruptor Lolos Lagi


Setiap kali kita membaca berita tentang korupsi, angka-angka yang muncul selalu bikin geleng-geleng kepala. Ratusan miliar, bahkan triliunan rupiah, lenyap begitu saja. Tapi ada yang lebih menyakitkan: meski pelaku ditangkap dan dihukum, uang yang mereka rampas jarang benar-benar kembali ke rakyat.

Data ICW terbaru sungguh mengejutkan. Dalam lima tahun terakhir, kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp234 triliun. Tapi hanya Rp32,8 triliun yang berhasil diselamatkan. Artinya, lebih dari 80 persen uang haram itu raib entah ke mana.

Pertanyaan sederhana: kalau begitu, siapa sebenarnya yang kalah? Rakyat.


Pentingnya RUU Perampasan Aset


Inilah mengapa RUU Perampasan Aset jadi sangat penting. RUU ini bisa memberi penegak hukum senjata baru untuk mengejar harta hasil kejahatan, bahkan yang disembunyikan di luar negeri.

Selama ini, banyak koruptor yang justru tertawa di balik jeruji karena masih bisa menikmati “tabungan” mereka. Hukuman penjara bisa selesai, tapi aset hasil korupsi tetap aman. Bukankah itu justru memberi insentif untuk korupsi lebih banyak?

RUU ini bisa memutus siklus itu. Hukum bukan hanya menghukum badan, tapi juga menghabisi keuntungan yang membuat korupsi tetap menggoda.


Risiko Disalahgunakan


Namun, kita juga tak boleh buta. Ada kekhawatiran besar kalau RUU ini justru disalahgunakan. Mekanisme non-conviction based asset forfeiture—penyitaan tanpa putusan pidana—memang terdengar ampuh. Tapi di tangan aparat yang salah, bisa jadi bumerang. Bayangkan jika aset orang bisa disita hanya karena dugaan?

Itulah mengapa partisipasi publik mutlak. RUU ini harus lahir dengan kontrol ketat, transparansi, dan mekanisme koreksi di pengadilan. Kita butuh instrumen kuat, tapi juga butuh pagar yang kokoh.


DPR, Jangan Menunda Lagi


Sayangnya, hingga kini DPR belum benar-benar serius membahasnya. Surpres Presiden sudah dikirim sejak 2023, tapi pembahasan mandek. Baru belakangan ini, RUU ini masuk Prolegnas 2026.


Pertanyaannya: mengapa harus menunggu sampai 2026, sementara kebocoran uang negara terjadi setiap hari?

Kita tidak butuh janji, kita butuh tindakan nyata.


Penutup


Korupsi di Indonesia bukan hanya soal moral, tapi juga soal aset. Kalau aset tidak dirampas, maka hukuman kehilangan makna. Koruptor tetap bisa hidup nyaman dengan uang curiannya, dan rakyat tetap menjadi korban.

RUU Perampasan Aset adalah momentum. Bila disahkan dengan pengawasan ketat, kita bisa mengubah jalannya sejarah pemberantasan korupsi. Tapi jika dibiarkan berlarut-larut, kita hanya mengulang kisah lama: koruptor ditangkap, rakyat tetap rugi, dan negara terus kalah. ***

Bagikan Berita Ini